Ali Syari'ati adalah salah satu pemikir besar dunia Islam yang gagasannya tentang manusia telah banyak memberikan pengaruh signifikan terhadap berbagai gerakan intelektual dan politik, terutama di dunia Muslim. Syari'ati, yang lahir di Iran pada tahun 1933, dikenal sebagai seorang intelektual revolusioner yang mencoba menggabungkan Islam dengan pemikiran sosial modern. Dalam pandangannya, manusia bukan hanya makhluk biologis, melainkan makhluk "theomorfis" -- istilah yang digunakannya untuk menjelaskan hakikat manusia sebagai ciptaan yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan.
Pemikiran ini didasarkan pada keyakinan Syari'ati bahwa manusia memiliki potensi spiritual yang tinggi, dan bahwa manusia dapat, serta harus, berupaya mencerminkan sifat-sifat Tuhan dalam hidupnya. Konsep manusia theomorfis ini berakar pada pemahaman bahwa manusia, sebagai ciptaan Tuhan, membawa aspek-aspek ilahi dalam jiwanya. Oleh karena itu, tugas utama manusia adalah mencapai kedekatan dengan Tuhan melalui tindakan dan perilakunya di dunia.
Manusia: Makhluk Yang Diciptakan Dengan Potensi Ketuhanan
Syari'ati memahami manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan kapasitas untuk bertindak sebagai wakil-Nya di dunia. Konsep "khalifah" atau wakil Tuhan di bumi dalam Islam adalah landasan dari pandangan ini. Bagi Syari'ati, manusia tidak hanya dilihat sebagai makhluk yang tunduk kepada Tuhan, tetapi juga sebagai individu yang diberi potensi untuk menegakkan nilai-nilai ketuhanan seperti keadilan, cinta, dan kebenaran.
Dengan pemahaman ini, manusia memiliki peran aktif dalam membentuk dunia yang lebih baik. Syari'ati menekankan bahwa manusia harus melampaui sifat-sifat duniawinya dan berupaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ilahi yang ada dalam dirinya. Proses ini bukan hanya bersifat personal, tetapi juga sosial, di mana manusia harus berperan dalam menciptakan masyarakat yang adil dan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan.
Dalam perspektif ini, Syari'ati mengkritik pandangan dunia sekuler yang mengabaikan aspek spiritual manusia dan memandang manusia hanya sebagai makhluk material atau ekonomis. Ia menilai bahwa pendekatan yang hanya menitikberatkan pada aspek fisik dan material dari manusia akan menyebabkan keterasingan, penderitaan, dan ketidakadilan sosial. Sebaliknya, pendekatan yang menekankan potensi spiritual manusia dapat menghasilkan transformasi sosial yang lebih adil dan bermakna.
Manusia Theomorfis: Perpaduan Antara Tuhan dan Manusia
Istilah "theomorfis" yang digunakan Syari'ati merujuk pada gagasan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mencerminkan sifat-sifat ketuhanan dalam dirinya. Ini adalah aspek penting dari teologi Islam, di mana manusia diciptakan menurut "fitrah" atau sifat dasar yang suci, yang mencerminkan Tuhan. Dalam konteks ini, manusia memiliki dua potensi: potensi untuk menjadi "tanah" atau makhluk yang terjebak dalam hal-hal material dan duniawi, dan potensi untuk menjadi "ruh" atau makhluk spiritual yang terhubung dengan Tuhan.
Syari'ati melihat bahwa konflik utama dalam diri manusia adalah antara dua aspek ini -- antara kecenderungan material dan spiritualnya. Manusia terus-menerus berjuang untuk menyeimbangkan dua kekuatan ini dalam hidupnya. Dengan berpegang pada nilai-nilai ketuhanan, manusia dapat mencapai keseimbangan yang tepat, di mana aspek spiritualnya mengarahkan kehidupannya yang material.
Syari'ati juga menegaskan bahwa peran manusia sebagai makhluk theomorfis adalah untuk menegakkan keadilan di dunia. Tuhan, dalam pandangan Islam, adalah sumber dari segala keadilan, dan manusia, sebagai wakil Tuhan di bumi, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa nilai-nilai keadilan tersebut diwujudkan dalam kehidupan sosial dan politik. Ini bukanlah tugas yang mudah, tetapi Syari'ati percaya bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melakukannya jika mereka menyadari potensi spiritualnya.
Perjuangan Sosial Sebagai Manifestasi Nilai-Nilai Ketuhanan
Sebagai seorang aktivis, Syari'ati juga menekankan bahwa perjuangan sosial adalah bagian integral dari ekspresi manusia theomorfis. Menurutnya, manusia tidak dapat dikatakan menjalani kehidupan yang theomorfis jika mereka hanya fokus pada pengembangan spiritual pribadi tanpa memperhatikan realitas sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, Syari'ati mengajak umat Islam untuk terlibat aktif dalam perjuangan melawan ketidakadilan, penindasan, dan eksploitasi.
Ia percaya bahwa masyarakat yang adil adalah manifestasi dari nilai-nilai ketuhanan di dunia. Masyarakat yang penuh dengan ketidakadilan, penindasan, dan eksploitasi adalah masyarakat yang jauh dari nilai-nilai ilahi. Dalam hal ini, Syari'ati sangat kritis terhadap pemerintahan yang otoriter dan sistem sosial yang tidak adil, baik di Iran maupun di seluruh dunia Muslim. Ia mendorong para pengikutnya untuk melawan sistem-sistem ini dengan semangat keadilan yang dipandu oleh iman kepada Tuhan.
Manusia Theomorfis dan Revolusi
Salah satu kontribusi terbesar Syari'ati adalah kemampuannya untuk menggabungkan pemikiran spiritual dengan konsep-konsep revolusioner. Ia percaya bahwa revolusi sosial tidak dapat dipisahkan dari revolusi spiritual. Dalam pandangannya, perubahan sosial yang sejati hanya dapat terjadi jika manusia mampu mengatasi keterasingannya dari Tuhan dan dari nilai-nilai spiritual yang ada dalam dirinya.
Syari'ati sering mengutip contoh dari para nabi dalam sejarah Islam, seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad, yang tidak hanya membawa pesan-pesan spiritual tetapi juga terlibat dalam perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan. Ia menganggap para nabi ini sebagai model ideal dari manusia theomorfis yang menjalankan peran mereka sebagai wakil Tuhan di bumi.
Penutup
Pemikiran Ali Syari'ati tentang manusia theomorfis menawarkan perspektif yang mendalam tentang hakikat manusia dalam Islam. Manusia tidak hanya dilihat sebagai makhluk biologis atau material, tetapi sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual yang besar. Melalui perjuangan spiritual dan sosial, manusia dapat mencerminkan sifat-sifat ketuhanan dan berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Bagi Syari'ati, tugas ini bukan hanya bersifat pribadi, tetapi juga kolektif, di mana seluruh umat manusia dipanggil untuk berkontribusi dalam mewujudkan nilai-nilai ilahi di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H