Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Byung-Chul Han: Masyarakat Depresi

5 September 2024   06:10 Diperbarui: 5 September 2024   06:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Byung-Chul Han, seorang filsuf asal Korea Selatan yang mengajar di Berlin, adalah salah satu pemikir kontemporer yang secara tajam menganalisis kondisi masyarakat modern. Dalam bukunya, ia banyak mengupas fenomena yang terjadi di dunia pasca-modern, khususnya terkait dengan krisis psikologis yang dialami oleh individu dalam masyarakat yang ia sebut sebagai *masyarakat depresi*. Menurut Han, kita saat ini hidup di dalam masyarakat yang berbeda dari masa lalu, di mana tekanan untuk menjadi produktif, kompetitif, dan individualis semakin meningkat. Hal ini menciptakan kondisi psikologis yang rentan terhadap depresi, kecemasan, dan kelelahan.

### **Krisis Psikologis dalam Masyarakat Prestasi**

Salah satu konsep utama yang diusung oleh Han adalah konsep *masyarakat prestasi* (*achievement society*). Dalam masyarakat ini, individu diharapkan untuk selalu berprestasi, selalu produktif, dan selalu memperbaiki diri. Setiap individu dianggap sebagai proyek yang harus terus-menerus diperbarui dan ditingkatkan. Namun, alih-alih menciptakan kebahagiaan, tekanan untuk berprestasi ini justru seringkali berujung pada krisis psikologis.

Han berpendapat bahwa di dalam *masyarakat prestasi*, orang-orang tidak lagi merasa ditekan oleh kekuasaan eksternal seperti dalam *masyarakat disiplin* di masa lalu, melainkan oleh tekanan internal yang muncul dari dalam diri mereka sendiri. Dengan kata lain, individu menjadi *eksploitatif diri*---mereka mengeksploitasi diri mereka sendiri demi mencapai standar yang dipaksakan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan peningkatan dramatis dalam kasus depresi, kecemasan, dan *burnout*.

### **Depresi sebagai Penyakit Zaman**

Depresi, menurut Han, adalah penyakit khas dari *masyarakat prestasi*. Tidak seperti di masa lalu ketika orang-orang mengalami depresi karena represi dan kekuasaan eksternal, depresi dalam masyarakat modern lebih banyak berasal dari tekanan internal yang dialami individu untuk terus berprestasi. Ketika individu tidak mampu mencapai standar yang diharapkan oleh masyarakat, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri, yang pada gilirannya menimbulkan depresi.

Han juga menyoroti bahwa depresi dalam *masyarakat prestasi* ini seringkali disertai dengan rasa kelelahan yang mendalam. Dalam bukunya yang berjudul *The Burnout Society* (*Mdigkeitsgesellschaft* dalam bahasa Jerman), Han menjelaskan bahwa kelelahan ini bukan hanya kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan mental dan emosional yang disebabkan oleh ekspektasi yang tidak realistis dan tekanan untuk terus-menerus berproduksi.

### **Paradoks Kebebasan dan Keterasingan**

Meskipun *masyarakat prestasi* mempromosikan kebebasan individu, Han melihat adanya paradoks di dalamnya. Kebebasan yang ditawarkan oleh masyarakat modern seringkali justru mengarah pada keterasingan dan isolasi. Ketika setiap orang dipaksa untuk menjadi "pengusaha" atas dirinya sendiri, hubungan sosial cenderung menjadi dangkal dan instrumental. Alih-alih merasa bebas, individu seringkali merasa terasing dari diri mereka sendiri dan dari orang lain.

Han juga menyoroti bahwa teknologi digital, yang seharusnya memudahkan komunikasi dan koneksi antar manusia, justru seringkali memperburuk masalah ini. Media sosial, misalnya, seringkali hanya memberikan ilusi koneksi sementara secara paradoks justru memperdalam rasa kesepian dan keterasingan. Ketika interaksi manusia menjadi semakin dangkal dan berbasis performa, individu kehilangan kedalaman hubungan yang sebenarnya, yang penting untuk kesejahteraan psikologis.

### **Resistensi Terhadap Masyarakat Depresi**

Namun, Han tidak hanya memberikan kritik tanpa menawarkan solusi. Dia mengusulkan perlunya resistensi terhadap tuntutan yang tidak manusiawi dari *masyarakat prestasi*. Resistensi ini bisa berbentuk *kontemplasi*---yakni, memberikan ruang bagi diri sendiri untuk merenung dan berpikir tanpa tekanan untuk selalu produktif. Han juga menyarankan pentingnya *kesunyian* dan *perlambatan* sebagai cara untuk melawan *burnout* dan depresi.

Han menegaskan bahwa dalam masyarakat yang terobsesi dengan kecepatan dan efisiensi, perlambatan menjadi tindakan resistensi yang radikal. Dengan melambat, individu bisa kembali merasakan hidup yang lebih autentik dan lebih bermakna. Kesunyian, di sisi lain, memungkinkan individu untuk berhubungan kembali dengan diri mereka sendiri, tanpa gangguan dari tuntutan eksternal.

Selain itu, Han juga menekankan pentingnya memperkuat hubungan sosial yang mendalam dan otentik sebagai antidot terhadap keterasingan. Hubungan yang didasarkan pada kasih sayang, saling pengertian, dan kehadiran yang tulus bisa menjadi benteng pertahanan yang kuat terhadap depresi dan kecemasan yang dihasilkan oleh *masyarakat prestasi*.

### **Kesimpulan**

Melalui analisisnya tentang *masyarakat prestasi* dan *masyarakat depresi*, Byung-Chul Han mengajak kita untuk merenungkan kembali arah hidup kita dalam masyarakat modern. Apakah kita benar-benar hidup dengan cara yang kita inginkan, ataukah kita hanya mengikuti tuntutan eksternal yang tidak manusiawi? Dalam dunia yang semakin terhubung tetapi terasing, Han menawarkan jalan keluar melalui perlambatan, kesunyian, dan hubungan sosial yang lebih mendalam. Dengan begitu, kita bisa menemukan kembali keseimbangan dalam hidup dan menghindari jebakan depresi yang dihasilkan oleh tekanan untuk selalu berprestasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun