Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apakah Ambang Batas Sesuai dengan Demokrasi Terpimpin Sukarno?

21 Agustus 2024   07:48 Diperbarui: 21 Agustus 2024   07:52 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sejarah politik Indonesia, konsep "Demokrasi Terpimpin" yang diusung oleh Presiden Soekarno pada era 1959-1965 menjadi salah satu eksperimen politik yang menarik untuk dikaji, terutama dalam konteks perkembangan demokrasi di Indonesia. Demokrasi Terpimpin, yang muncul sebagai tanggapan atas ketidakstabilan politik di era demokrasi liberal, menekankan sentralisasi kekuasaan di tangan pemimpin tunggal, dengan partai-partai politik dan lembaga negara lainnya diarahkan untuk bekerja selaras dengan visi nasional yang dipandu oleh pemimpin tersebut. Dalam kerangka ini, muncul pertanyaan apakah konsep ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang diterapkan dalam sistem Pemilu Indonesia saat ini selaras dengan prinsip-prinsip Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh Soekarno.

### **Demokrasi Terpimpin dan Stabilitas Politik**

Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah respons terhadap ketidakstabilan politik yang terjadi pada era demokrasi liberal di Indonesia. Pada masa itu, banyak partai politik yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, sering kali dengan mengorbankan kepentingan nasional yang lebih besar. Soekarno melihat bahwa sistem multipartai yang terbuka cenderung menciptakan fragmentasi politik dan menghambat pembangunan nasional. Oleh karena itu, ia mengusulkan model demokrasi yang lebih terpusat, di mana kekuasaan eksekutif lebih dominan dan partai-partai politik dipandu untuk mengikuti garis besar kebijakan yang ditetapkan oleh negara.

Dalam konteks ini, konsep ambang batas parlemen yang diterapkan dalam Pemilu modern Indonesia dapat dilihat sebagai upaya untuk mengurangi fragmentasi politik dan memastikan bahwa hanya partai-partai yang memiliki dukungan signifikan yang dapat masuk ke parlemen. Dengan menetapkan ambang batas, sistem ini berusaha untuk menyederhanakan konfigurasi politik di parlemen dan mencegah partai-partai kecil yang tidak memiliki basis dukungan yang kuat untuk mempengaruhi kebijakan nasional secara tidak proporsional.

### **Ambang Batas dalam Sistem Pemilu Modern**

Ambang batas parlemen adalah persentase minimum suara yang harus diperoleh sebuah partai politik dalam pemilihan umum agar bisa mendapatkan kursi di parlemen. Di Indonesia, ambang batas ini diperkenalkan untuk menyederhanakan sistem multipartai dan mencegah fragmentasi yang terlalu besar dalam lembaga legislatif. Namun, penerapan ambang batas ini juga memunculkan perdebatan, terutama terkait dengan apakah kebijakan ini benar-benar mencerminkan prinsip demokrasi yang inklusif atau justru menghambat representasi politik yang lebih luas.

Di satu sisi, ambang batas dianggap sebagai mekanisme yang diperlukan untuk menjaga stabilitas politik. Dengan mengeliminasi partai-partai kecil yang tidak mampu meraih dukungan luas, parlemen diharapkan menjadi lebih efektif dan tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan yang terlalu beragam. Di sisi lain, kritik terhadap ambang batas menyoroti bahwa kebijakan ini bisa mengabaikan suara minoritas dan mengurangi pluralitas politik yang seharusnya menjadi ciri khas demokrasi.

### **Keselarasan dengan Prinsip Demokrasi Terpimpin**

Jika kita melihat kembali ke prinsip-prinsip Demokrasi Terpimpin Soekarno, di mana sentralisasi kekuasaan dan penyederhanaan politik menjadi kunci, ambang batas sebenarnya bisa dianggap sesuai dengan semangat tersebut. Demokrasi Terpimpin menekankan pentingnya stabilitas politik dan persatuan nasional, dua hal yang juga menjadi tujuan penerapan ambang batas parlemen. Dalam Demokrasi Terpimpin, Soekarno berupaya mengendalikan fragmentasi politik yang dianggap merugikan pembangunan nasional. Demikian pula, ambang batas parlemen bertujuan untuk mencegah fragmentasi politik di parlemen yang dapat menghambat proses legislasi.

Namun, perlu dicatat bahwa Demokrasi Terpimpin juga dikritik karena mengurangi ruang demokrasi dan kebebasan politik, dengan menempatkan kekuasaan yang sangat besar di tangan eksekutif dan menekan oposisi. Penerapan ambang batas parlemen, meskipun bertujuan untuk stabilitas, juga dapat berpotensi menekan kebebasan politik, terutama bagi partai-partai kecil yang mewakili suara minoritas. Dengan kata lain, sementara ambang batas dapat membantu menjaga stabilitas, itu juga bisa mengorbankan prinsip representasi yang lebih luas.

### **Kritik dan Implikasi terhadap Demokrasi**

Kritik terhadap ambang batas parlemen sering kali datang dari mereka yang mendukung pluralisme politik dan representasi yang lebih inklusif. Dalam sebuah demokrasi yang sehat, setiap suara, termasuk yang berasal dari kelompok minoritas, seharusnya memiliki kesempatan untuk didengar dan diwakili di parlemen. Ambang batas, jika diterapkan terlalu tinggi, bisa menghalangi partai-partai kecil untuk mendapatkan kursi, meskipun mereka memiliki basis dukungan yang nyata di masyarakat.

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa ambang batas bisa memperkuat oligarki politik, di mana hanya partai-partai besar dengan sumber daya yang cukup yang mampu bersaing dalam pemilu. Hal ini bisa mempersempit ruang politik bagi alternatif-alternatif baru yang mungkin membawa gagasan-gagasan segar atau representasi kelompok-kelompok yang sebelumnya terpinggirkan.

### **Kesimpulan: Mencari Keseimbangan**

Pertanyaan apakah ambang batas sudah sesuai dengan Demokrasi Terpimpin Soekarno bisa dijawab dengan mengakui bahwa ada keselarasan dalam tujuan---yakni menciptakan stabilitas politik dan mengurangi fragmentasi. Namun, penerapan ambang batas dalam konteks demokrasi modern juga harus diimbangi dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang lebih luas, termasuk representasi politik yang inklusif dan pluralistik.

Dalam mencari keseimbangan ini, penting untuk terus mengevaluasi kebijakan ambang batas agar tidak hanya mencegah fragmentasi yang berlebihan, tetapi juga memastikan bahwa setiap suara, termasuk yang berasal dari kelompok minoritas, memiliki tempat dalam sistem politik. Dengan demikian, kita bisa menjaga semangat stabilitas politik ala Demokrasi Terpimpin, sambil tetap mempertahankan demokrasi yang sehat dan inklusif.

Meskipun ambang batas dalam sistem pemilu modern Indonesia memiliki kesamaan dengan beberapa tujuan Demokrasi Terpimpin Soekarno, seperti menciptakan stabilitas politik dan mengurangi fragmentasi, penerapan ambang batas belum sepenuhnya mencerminkan prinsip Demokrasi Terpimpin secara utuh. Demokrasi Terpimpin menekankan sentralisasi kekuasaan dengan tujuan menjaga persatuan nasional dan meminimalkan konflik politik, tetapi juga mengurangi ruang untuk kebebasan politik dan oposisi.

Sementara ambang batas memang bisa membantu menjaga stabilitas dengan menyederhanakan konfigurasi politik di parlemen, itu juga berpotensi mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi yang inklusif dan pluralistik, yang penting dalam sebuah sistem politik yang sehat. Ambang batas dapat menghambat representasi politik yang lebih luas, terutama bagi partai-partai kecil yang mewakili suara minoritas. Oleh karena itu, meskipun ada keselarasan dalam tujuan, ambang batas belum mencerminkan Demokrasi Terpimpin secara penuh karena masih ada ketidakcocokan dalam aspek representasi dan kebebasan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun