Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Serial Parodi Kehidupan: 4 Sehat 5 Serangga dan Ulat

1 Februari 2025   07:41 Diperbarui: 1 Februari 2025   08:17 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Egor Kamelev:pexels.com

Di Negeri Tembokto, sebuah pengumuman dari istana membuat rakyat terperangah. 

Raja Baruaja Semeja dan Wakil Raja Lapukarsa mengumumkan program revolusioner: mulai bulan depan, semua makanan gratis untuk anak-anak akan digantikan dengan menu berbasis serangga dan ulat.

"Demi masa depan yang berkelanjutan dan gizi seimbang, kami mempersembahkan '4 Sehat 5 Ulat'!" seru Datuk Peres, Menteri Pajak Negeri Tembokto, sambil memamerkan poster bergambar anak-anak tersenyum dengan piring penuh jangkrik.

Di sudut kota, di Warung Mpok Jumi, reaksi berbeda muncul. Mpok Jumi hampir menjatuhkan wajan saat mendengar berita itu dari radio tuanya.

"ASTAGA! Dulu jual ayam negeri aja dibilang jual ayam plastik, sekarang malah nyuruh bocah-bocah makan ulat?!" teriaknya.

"Tenang, Mpok," sahut Kusnad, guru sejarah yang bijak, sambil menyeruput kopi. "Mungkin mereka ingin kita kembali ke alam. Lagipula, serangga kan sumber protein tinggi."

Wagyuman, pelanggan setia yang dikenal dengan ide-ide gilanya, menambahkan, "Paling nanti mereka bilang, 'Kami juga makan serangga, tapi yang organik dan impor.' Padahal, kita disuruh nangkep belalang di sawah."

Sementara itu, di pelabuhan, Pak Sampan, nelayan cerdas, mendengar kabar tersebut dan langsung berkomentar, "Gue tiap hari nangkep ikan segar, tapi anak-anak disuruh makan jangkrik? Apa mereka mau kita jadi pawang serangga sekarang?"

Namun, kebijakan ini tetap berjalan. Pemerintah bahkan mengadakan Festival Kuliner Serangga di alun-alun kota. 

Berbagai hidangan disajikan, mulai dari Sate Belalang Bumbu Kacang hingga Ulat Goreng Tepung. Anak-anak sekolah diwajibkan hadir dan mencicipi setiap menu.

Di tengah festival, Raja Baruaja Semeja dan Wakil Raja Lapukarsa hadir dengan senyum lebar. Mereka duduk di meja VIP dengan hidangan yang tampak berbeda: Wagyu Sirloin Steak dengan Taburan Serbuk Jangkrik.

"Lihat tuh," bisik Mpok Jumi kepada Kusnad. "Katanya makan serangga, tapi steak mahal yang dimakan."

"Mungkin serbuk jangkriknya impor, Mpok," jawab Kusnad sambil tersenyum kecut.

Tak mau tinggal diam, warga merencanakan aksi protes. 

"Kita tantang mereka makan serangga langsung dari alam, tanpa diolah!" usul Wagyuman.

"Setuju! Biar mereka rasain gimana makan belalang mentah," tambah Pak Sampan.

Malam itu, poster-poster protes disebar: "Uji Nyali Pejabat: Makan Serangga Hidup di Alun-Alun!"

Keesokan harinya, alun-alun penuh sesak. Rakyat berkumpul menunggu para pejabat. Anak-anak membawa spanduk bertuliskan, "Kami Sudah Makan, Giliran Kalian!"

Raja Baruaja Semeja dan rombongannya tiba dengan wajah tegang. 

Di depan mereka, meja panjang penuh dengan wadah berisi serangga hidup: belalang, jangkrik, ulat, bahkan kecoa.

"Silakan, Tuanku," kata Mpok Jumi dengan senyum lebar. "Ini menu spesial hari ini."

Datuk Peres menelan ludah. "Ehm, mungkin kita bisa mulai dengan yang sudah dimasak?"

"Tidak, Pak Menteri," sahut Wagyuman. "Kita ingin lihat keberanian Anda makan langsung dari alam."

Wakil Raja Lapukarsa mencoba tersenyum. "Baiklah, demi rakyat." Ia mengambil seekor belalang hidup, menutup mata, dan memasukkannya ke mulut. Wajahnya pucat, tapi ia berhasil menelannya.

Rakyat bersorak. Namun, saat giliran Raja Baruaja Semeja, ia ragu. "Mungkin lain kali saja. Saya baru saja makan."

Sorakan berubah menjadi ejekan. "Katanya pemimpin, kok takut makan belalang!" teriak seseorang.

Malu, Raja Baruaja Semeja akhirnya mengambil seekor ulat besar. Namun, sebelum ia sempat memakannya, ulat itu melompat ke wajahnya. 

Raja panik, terjatuh, dan ulat-ulat lainnya berhamburan.

Rakyat tertawa terbahak-bahak. Sejak hari itu, kebijakan "4 Sehat 5 Ulat" dibatalkan. Poster-poster diganti dengan program baru: "Kembali ke Pangan Lokal".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun