Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Kholid Nelayan Cerdas: Apa Nelayan Tak Boleh Cerdas? Hindari Stigma dan Stereotipe!

26 Januari 2025   08:51 Diperbarui: 26 Januari 2025   08:51 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: tangkapan layar TVOne

Dalam sebuah tayangan di TV One, Pak Kholid, seorang nelayan asal pesisir Jawa, mencuri perhatian publik dengan kecerdasannya dan perjuangannya yang unik. 

Pak Kholid tampil dalam sebuah wawancara terkait aksinya membongkar pagar laut yang dianggap menghalangi akses para nelayan untuk melaut. 

Dengan suara tenang dan argumen yang logis, Pak Kholid menjelaskan bahwa pagar laut tersebut bukan hanya menghalangi ruang gerak nelayan, tetapi juga merusak ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat setempat. 

Tayangan ini, seperti yang dilansir dari program berita utama TV One, menyajikan sosok yang menginspirasi banyak orang, bahwa seorang nelayan sederhana pun mampu membawa perubahan besar dengan keberanian dan wawasan.

Pak Kholid menjelaskan bahwa pemasangan pagar laut sering kali dilakukan tanpa melibatkan nelayan lokal, padahal mereka adalah pihak yang paling terdampak. 

Ia menegaskan pentingnya dialog antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat setempat agar kebijakan yang diambil tidak merugikan salah satu pihak. 

Keberanian dan kecerdasannya ini menjadi sorotan, membuktikan bahwa siapa pun, tanpa memandang status sosial, mampu berkontribusi pada perubahan.

Kemudian setelah video tayangan tersebut viral di media sosial, banyak netizen yang heran. Meski tidak dengan hujatan, mereka bertanya-tanya siapakah dia sebenarnya?

Jika hanya sampai sebatas itu, wajar rasanya. Namun ada saja yang beranggapan miring dengan menyatakan keheranannya dan seolah-olah mengatakan bahwa seorang nelayan tidak berhak atau pantas secerdas itu.

Sungguh menyedihkan juga jika wawasan masyarakat bangsa dan negara ini  karena seringkali meyakini berita yang belum tentu kebenarannya.


Stigma dan Stereotipe dalam Kehidupan Sehari-hari

Perjuangan Pak Kholid juga menyoroti fenomena stigma dan stereotipe yang sering kali diberikan kepada masyarakat kecil, seperti nelayan. 

Banyak orang masih memandang mereka sebagai kelompok yang kurang berpendidikan dan tidak memiliki kapasitas untuk memahami persoalan besar. 

Padahal, seperti yang ditunjukkan oleh Pak Kholid, hal tersebut sama sekali tidak benar. Stereotipe ini sering kali membuat kelompok tertentu merasa diremehkan, sehingga potensi mereka tidak diakui sepenuhnya.

Menurut jurnal psikologi sosial berjudul "Social Cognition and Stereotypes: Implications for Intergroup Relations", stereotipe adalah generalisasi yang sering kali tidak akurat terhadap suatu kelompok tertentu. 

Hal ini muncul dari proses kognitif manusia yang cenderung menyederhanakan informasi untuk memudahkan pemahaman. Namun, meski memiliki fungsi adaptif, stereotipe dapat menjadi bias yang merugikan. 

Seperti yang dikutip dari jurnal tersebut, dalam kasus Pak Kholid, stereotipe terhadap nelayan sebagai kelompok yang tidak mampu bersuara atau berpikir strategis terbantahkan melalui aksinya yang mengedukasi masyarakat dan pengambil kebijakan.

Cara Menghindari Stigma dan Stereotipe

Agar tidak terjebak dalam pola pikir yang penuh stigma dan stereotipe, kita perlu menerapkan beberapa langkah berikut:

1. Meningkatkan Kesadaran Diri
Mengakui bahwa setiap individu memiliki bias adalah langkah awal. Dengan menyadari keberadaan stereotipe, kita dapat lebih kritis dalam menilai seseorang atau suatu kelompok.

2. Membuka Diri terhadap Informasi Baru
Sering kali, stereotipe muncul karena kurangnya informasi. Dengan mencari tahu lebih banyak tentang orang lain atau kelompok tertentu, kita dapat memahami mereka secara lebih objektif.

3. Berinteraksi Langsung
Menghabiskan waktu bersama orang-orang dari latar belakang yang berbeda dapat membantu menghilangkan prasangka. Interaksi langsung memungkinkan kita melihat sisi manusiawi mereka.

4. Mendorong Dialog yang Positif
Seperti yang dilakukan oleh Pak Kholid, dialog yang terbuka dan penuh empati adalah cara efektif untuk mengurangi stigma. Mendengar perspektif orang lain dapat membuka pikiran kita terhadap berbagai kemungkinan.

Melalui kisah ini, kita belajar bahwa setiap orang memiliki potensi untuk mengubah dunia di sekitarnya, terlepas dari latar belakang mereka. 

Penting bagi kita untuk menghargai setiap individu  seperti Pak Kholid ini dan menjauhi stigma serta stereotipe yang tidak berdasar.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun