Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lavender Marriage, LGBTQ+, dan Perspektif Rumah Tangga dalam Islam serta Perundang-undangan

18 Januari 2025   06:52 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:52 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lavender Marriage, LGBTQ+, dan Perspektif Rumah Tangga dalam Islam serta Perundang-undangan, Photo by Matheus Lara:pexels.com

Lavender marriage adalah pernikahan antara dua individu yang salah satunya (atau keduanya) merupakan bagian dari komunitas LGBTQ+, tetapi dilakukan demi memenuhi norma sosial atau menjaga penampilan publik. 

Fenomena Lavender Marriage ini sering kali bertujuan menyembunyikan orientasi seksual individu di dalamnya karena takut akan stigma atau konsekuensi sosial. 

Istilah ini muncul di Amerika Serikat pada era 1920-an, terutama di kalangan selebritas Hollywood yang ingin melindungi karier mereka dari skandal.

Lavender Marriage dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, rumah tangga adalah institusi yang sakral, bertujuan membangun kehidupan yang penuh keberkahan berdasarkan cinta dan tanggung jawab antara suami dan istri. 

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan sosial, tetapi juga ibadah yang mengedepankan kejujuran, transparansi, dan komitmen terhadap syariat. 

Praktik lavender marriage bertentangan dengan nilai-nilai ini karena didasarkan pada kepura-puraan dan tidak memenuhi tujuan pernikahan menurut Islam, yaitu membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah (QS. Ar-Rum: 21).

Islam melarang segala bentuk hubungan seksual di luar pernikahan yang sah, termasuk hubungan sesama jenis (QS. Al-A'raf: 80-81).

Oleh karena itu, sikap Islam terhadap LGBTQ+ sangat jelas, yaitu mengarahkan individu kembali ke fitrah mereka dengan bimbingan agama, pendidikan, dan pendekatan kasih sayang, bukan penghakiman.

Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan

Di Indonesia, pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. 

Pernikahan dianggap sah jika dilakukan berdasarkan hukum agama masing-masing dan dicatatkan sesuai hukum negara. 

Lavender marriage, meskipun mungkin secara formal memenuhi syarat administratif, tidak sejalan dengan semangat undang-undang yang menekankan kejujuran dan kesetaraan dalam pernikahan.

Dari segi LGBTQ+, Indonesia tidak memiliki hukum yang secara eksplisit mengakui hubungan sesama jenis. 

Namun, terdapat undang-undang yang melarang tindakan asusila atau pornografi, yang sering kali menjadi dasar penolakan terhadap kegiatan yang dianggap mempromosikan LGBTQ+ di ruang publik.

Secara Singkat tentang LGBTQ+ di Indonesia: Perkembangan dan Penyebab

Dikutip dari berbagai sumber, keberadaan LGBTQ+ di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat keberadaan waria atau bissu (pendeta dalam budaya Bugis) sebagai bagian dari tradisi lokal. 

Namun, isu LGBTQ+ mulai berkembang sebagai diskursus publik pada akhir abad ke-20, seiring dengan meningkatnya pengaruh globalisasi, media sosial, dan advokasi hak asasi manusia.

Dilansir dari laporan Human Rights Watch, salah satu penyebab meningkatnya jumlah komunitas LGBTQ+ adalah keterbukaan informasi melalui internet dan media sosial, yang memungkinkan individu menemukan komunitas yang mendukung mereka. 

Selain itu, pergeseran nilai-nilai budaya dan lemahnya pendidikan agama di kalangan anak muda turut menjadi faktor pemicu.

Sikap Kita dan Pencegahan

Mengutip dari pandangan para ulama, langkah terbaik menghadapi fenomena ini adalah dengan membangun kesadaran dan pendidikan agama yang kuat. 

Anak-anak muda harus diberikan pemahaman tentang nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pentingnya menjaga fitrah sebagai manusia. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Pendidikan Agama: Ajarkan anak sejak dini tentang akhlak dan nilai-nilai Islam yang menanamkan rasa cinta pada Allah dan ciptaan-Nya.

  2. Komunikasi Terbuka: Orang tua harus menciptakan lingkungan keluarga yang hangat dan terbuka sehingga anak merasa nyaman berdiskusi.

  3. Peran Sekolah dan Lingkungan: Pendidikan formal dan lingkungan sekitar harus mendukung pembentukan karakter sesuai nilai moral dan agama.

  4. Kontrol Media: Batasi akses anak terhadap konten yang tidak sesuai, dan arahkan mereka pada konten yang positif dan mendidik.

  5. Pendekatan Kasih Sayang: Jika menemukan individu yang mengalami kebingungan identitas, bantu mereka dengan pendekatan kasih sayang, bukan penghakiman.

Keadaan seperti ini menuntut perhatian kita bersama, baik dari perspektif agama maupun hukum. Sebagai umat Islam, kita harus mengambil sikap yang bijak, memberikan edukasi, dan menjadi teladan dalam menegakkan nilai-nilai Islam.

Dengan pendekatan yang benar, kita dapat melindungi generasi muda dari pengaruh negatif Lavender Marriage dan membantu mereka kembali kepada fitrah yang sesuai dengan tuntunan agama dan budaya Indonesia.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun