Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lavender Marriage, LGBTQ+, dan Perspektif Rumah Tangga dalam Islam serta Perundang-undangan

18 Januari 2025   06:52 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:52 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan dianggap sah jika dilakukan berdasarkan hukum agama masing-masing dan dicatatkan sesuai hukum negara. 

Lavender marriage, meskipun mungkin secara formal memenuhi syarat administratif, tidak sejalan dengan semangat undang-undang yang menekankan kejujuran dan kesetaraan dalam pernikahan.

Dari segi LGBTQ+, Indonesia tidak memiliki hukum yang secara eksplisit mengakui hubungan sesama jenis. 

Namun, terdapat undang-undang yang melarang tindakan asusila atau pornografi, yang sering kali menjadi dasar penolakan terhadap kegiatan yang dianggap mempromosikan LGBTQ+ di ruang publik.

Secara Singkat tentang LGBTQ+ di Indonesia: Perkembangan dan Penyebab

Dikutip dari berbagai sumber, keberadaan LGBTQ+ di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat keberadaan waria atau bissu (pendeta dalam budaya Bugis) sebagai bagian dari tradisi lokal. 

Namun, isu LGBTQ+ mulai berkembang sebagai diskursus publik pada akhir abad ke-20, seiring dengan meningkatnya pengaruh globalisasi, media sosial, dan advokasi hak asasi manusia.

Dilansir dari laporan Human Rights Watch, salah satu penyebab meningkatnya jumlah komunitas LGBTQ+ adalah keterbukaan informasi melalui internet dan media sosial, yang memungkinkan individu menemukan komunitas yang mendukung mereka. 

Selain itu, pergeseran nilai-nilai budaya dan lemahnya pendidikan agama di kalangan anak muda turut menjadi faktor pemicu.

Sikap Kita dan Pencegahan

Mengutip dari pandangan para ulama, langkah terbaik menghadapi fenomena ini adalah dengan membangun kesadaran dan pendidikan agama yang kuat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun