Pernikahan dianggap sah jika dilakukan berdasarkan hukum agama masing-masing dan dicatatkan sesuai hukum negara.Â
Lavender marriage, meskipun mungkin secara formal memenuhi syarat administratif, tidak sejalan dengan semangat undang-undang yang menekankan kejujuran dan kesetaraan dalam pernikahan.
Dari segi LGBTQ+, Indonesia tidak memiliki hukum yang secara eksplisit mengakui hubungan sesama jenis.Â
Namun, terdapat undang-undang yang melarang tindakan asusila atau pornografi, yang sering kali menjadi dasar penolakan terhadap kegiatan yang dianggap mempromosikan LGBTQ+ di ruang publik.
Secara Singkat tentang LGBTQ+ di Indonesia: Perkembangan dan Penyebab
Dikutip dari berbagai sumber, keberadaan LGBTQ+ di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat keberadaan waria atau bissu (pendeta dalam budaya Bugis) sebagai bagian dari tradisi lokal.Â
Namun, isu LGBTQ+ mulai berkembang sebagai diskursus publik pada akhir abad ke-20, seiring dengan meningkatnya pengaruh globalisasi, media sosial, dan advokasi hak asasi manusia.
Dilansir dari laporan Human Rights Watch, salah satu penyebab meningkatnya jumlah komunitas LGBTQ+ adalah keterbukaan informasi melalui internet dan media sosial, yang memungkinkan individu menemukan komunitas yang mendukung mereka.Â
Selain itu, pergeseran nilai-nilai budaya dan lemahnya pendidikan agama di kalangan anak muda turut menjadi faktor pemicu.
Sikap Kita dan Pencegahan
Mengutip dari pandangan para ulama, langkah terbaik menghadapi fenomena ini adalah dengan membangun kesadaran dan pendidikan agama yang kuat.Â