Menurut Dicky C. Pelupessy, Ph.D., pakar psikologi sosial dari Universitas Indonesia, individu yang melakukan flexing cenderung memiliki masalah insecurity dan self-esteem yang rendah.Â
Mereka berusaha mengompensasi perasaan tersebut dengan memamerkan harta benda untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain.Â
Namun, perilaku ini dapat berdampak negatif, baik bagi pelaku maupun audiens.
Bagi pelaku, ketergantungan pada validasi eksternal dapat memperparah perasaan tidak aman dan rendah diri.
Sementara itu, bagi audiens, paparan terus-menerus terhadap konten flexing dapat menimbulkan perasaan iri, rendah diri, dan tekanan sosial untuk memenuhi standar yang tidak realistis.Â
Curhat di Media Sosial: Mencari Dukungan atau Eksposur Berlebihan?
Curhat atau curahan hati di media sosial sering digunakan sebagai sarana untuk mencari dukungan emosional.Â
Namun, perilaku ini juga memiliki risiko, seperti eksposur berlebihan terhadap masalah pribadi dan potensi penilaian negatif dari orang lain.Â
Menurut beberapa penelitian, individu yang sering curhat di media sosial mungkin memiliki kebutuhan akan eksistensi dan validasi yang tinggi.Â
Selain itu, curhat di ruang publik dapat menyebabkan penyebaran informasi pribadi yang tidak diinginkan dan meningkatkan risiko cyberbullying.Â
Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mempertimbangkan batasan antara privasi dan kebutuhan akan dukungan sosial.