Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KKN di Indonesia: Budaya atau Penyakit Sosial yang Mengakar?

10 Januari 2025   17:35 Diperbarui: 10 Januari 2025   17:35 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KKN di Indonesia: Budaya atau Penyakit Sosial yang Mengakar? Foto oleh Tima Miroshnichenk: pexel.com

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah istilah yang tidak asing lagi di Indonesia.

Bahkan KKN sering disebut sebagai akar dari banyak persoalan sosial, politik, dan ekonomi. 

Ada pula anggapan bahwa KKN telah menjadi "budaya" di negeri ini. 

Namun, apakah benar demikian? 

Dalam artikel ini, kita akan membahas KKN, mendalami makna "budaya," serta mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini.

Definisi KKN

Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. 

Kolusi merujuk pada kerja sama ilegal atau manipulatif antara pihak-pihak tertentu untuk mencapai keuntungan. 

Nepotisme berarti memberikan keistimewaan kepada kerabat atau teman dekat dalam posisi yang seharusnya berdasarkan meritokrasi.

Ketiganya saling berkaitan dan sering terjadi secara bersamaan di berbagai sektor.

Makna Budaya

Agar lebih jelas, mari kita pahami apa itu budaya. 

Mengutip dari Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan (2004), budaya adalah "keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar." 

Budaya biasanya berisi nilai-nilai positif yang diwariskan untuk memperkuat identitas dan kohesi sosial suatu masyarakat.

Jika melihat definisi ini, menyebut KKN sebagai budaya tampak kurang tepat. 

KKN lebih merupakan penyimpangan dari nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia, seperti keadilan, transparansi, dan integritas.


Mengapa KKN Dianggap Seperti Budaya?

1. Penyebaran yang Sistemik

KKN terjadi di berbagai level pemerintahan dan sektor masyarakat. 

Dilansir dari Transparency International, KKN sering terlihat dalam pengadaan barang dan jasa, rekrutmen pegawai, hingga pemberian izin usaha. 

Hal ini menciptakan persepsi bahwa KKN adalah "hal biasa."

2. Pola Sosial Patron-Klien

Mengutip dari David Joel Stein dalam makalahnya tentang budaya politik Indonesia (2021), sistem patron-klien yang masih dominan di Indonesia membuat kolusi dan nepotisme menjadi bagian dari hubungan sosial. 

Loyalitas kepada atasan atau kelompok lebih diutamakan daripada profesionalisme atau meritokrasi.

3. Lemahnya Penegakan Hukum

Dilansir dari Laporan ICW 2023, banyak kasus KKN tidak diselesaikan dengan tuntas.

Hukuman ringan atau bahkan absennya hukuman bagi pelaku membuat praktik ini terus berlangsung. 

Hal ini menguatkan anggapan bahwa KKN adalah sesuatu yang diterima oleh sistem.

4. Pragmatisme Masyarakat

Sebagian masyarakat memandang KKN sebagai sesuatu yang sulit dilawan. 

Banyak yang merasa bahwa membayar "uang pelicin" atau memanfaatkan koneksi adalah cara yang paling praktis untuk menyelesaikan masalah birokrasi.

Solusi untuk Memutus KKN

1. Pendidikan Antikorupsi yang Komprehensif

Mengutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendidikan antikorupsi harus dimasukkan dalam kurikulum, tidak hanya sebagai teori tetapi juga melalui praktik sehari-hari yang membangun integritas.

2. Reformasi Birokrasi dan Digitalisasi Layanan

Dilansir dari World Bank Report 2023, digitalisasi pelayanan publik dapat mengurangi peluang kolusi dan korupsi dengan menghilangkan interaksi langsung antara masyarakat dan petugas.

3. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum

Dilansir dari CNN Indonesia, lembaga seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan harus diperkuat independensinya agar mampu menangani kasus KKN tanpa intervensi politik. 

Hukuman yang lebih tegas, seperti pencabutan hak politik bagi pelaku, perlu diberlakukan.

4. Peran Aktif Masyarakat

Masyarakat perlu diberdayakan untuk melaporkan praktik KKN melalui whistleblowing system yang transparan dan melindungi pelapor. 

Mengutip dari Laporan KPK 2022, pengawasan dari masyarakat adalah salah satu kunci keberhasilan pemberantasan KKN.

KKN di Indonesia tidak dapat disebut sebagai budaya jika merujuk pada definisi ilmiah budaya yang memiliki nilai positif.

Sebaliknya, KKN adalah penyakit sosial yang mengakar dalam sistem dan pola pikir masyarakat. 

Pemberantasan KKN adalah pekerjaan besar yang memerlukan kolaborasi dari semua elemen bangsa.

Untuk menghilangkannya diperlukan perubahan sistem, penegakan hukum yang tegas, serta transformasi nilai-nilai dalam masyarakat. 

Dengan langkah ini, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih adil, bersih dari KKN, dan berintegritas.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun