"'Untuk Bu Lurah,'" jawab Pak Rete sambil mengangkat alis. "Saya rasa ini ada hubungannya sama kejadian minggu lalu."
Suasana langsung heboh. Wagyuman berdiri dan berteriak, "Gue yakin ini ulah makhluk halus! Terong itu bawa pesan dari dunia lain."
Kusnad mendengus. "Kalau ada tulisan, itu pasti kerjaan manusia. Mungkin ini prank. Tapi siapa yang berani nge-prank Bu Lurah?"
Pak Rete mengehampiri Wira untuk diperiksa lebih lanjut. Wira, yang merasa dirinya ahli segalanya, mengambil kaca pembesar dari tasnya dan memasang kaca pembesar itu di depan terong.
"Hmm, ini tulisan pakai spidol permanen. Siapa pun yang nulis ini, pasti punya maksud tertentu," ujar Wira penuh keyakinan.
"Lo yakin itu spidol? Bukan tinta mistis?" tanya Wagyuman sambil memelototi terong dari dekat.
Mpok Jumi menimpali, "Udah deh, daripada ribet, mending itu terong digoreng terus dijual aja."
Namun, Pak Rete bersikeras bahwa terong itu harus disimpan sebagai barang bukti. "Kita nggak tahu apa maksud sebenarnya. Nanti kita undang Bu Lurah untuk memberikan keterangan."
Malam harinya, warga berkumpul di balai kampung untuk membahas kasus terong.Â
Bu Lurah hadir dengan wajah cemas. Terong besar misterius itu diletakkan di meja depan, seperti barang bukti di persidangan.
"Bu Lurah, apakah Anda merasa ada yang mengancam Anda lewat terong ini?" tanya Pak Rete.