Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Humor

Serial Parodi Kehidupan: Pejabat Tembokto yang Plintat-plintut

3 Januari 2025   07:48 Diperbarui: 3 Januari 2025   10:12 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pejabat Tembokto yang Plintat-plintut, Photo by Mizuno K:pexels.com

Di negeri Tembokto, kabar gembira yang penuh teka-teki melayang dari istana megah di pusat kota Atrakaj. 

Pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Jendral Kasuma baru saja mengumumkan bahwa kebijakan pajak baru yang selama ini menjadi bahan perdebatan panas di warung kopi dan kedai teh tak jadi diberlakukan. 

Pajak PND (Pajak Negeri Damai) yang direncanakan naik dari 10% menjadi 12% ternyata ditunda. Entah karena mendengar rintihan rakyat kecil atau karena ada kalkulasi politik yang lebih rumit daripada ilmu hitung anak SD.

Di sebuah gang kecil di Kampung Ketilang Cemplung, suasana warung Pak Wira sedang riuh. Dudung si pengangguran berbakat, Tuti si penjual jamu, Wagyuman si tukang tambal ban, Kusnad si guru sejarah, dan Mpok Jumi si penjual nasi uduk sedang berbincang.

"Jadi, PND nggak jadi naik?" tanya Dudung sambil menyeruput kopi yang sudah mendingin. "Berarti kita bisa napas lega dong?"

Pak Wira mendengus. "Napas lega? Kalau ini soal napas, kita udah lama mati lemas, dong. Mereka cuma narik rem tangan sebelum nabrak jurang."

Mpok Jumi, yang baru saja datang dengan membawa nasi uduk dagangannya, ikut menyahut. "Itu namanya strategi, Pak Wira. Kayak orang jualan, naikin harga dulu, terus kasih diskon. Jadi kita ngerasa diuntungin, padahal mah nggak."

Wagyuman tertawa kecil sambil mengelap tangan bekas oli. "Betul itu, Mpok. Sama aja kayak tambal ban. Kadang saya bilang harga naik karena karet ban langka, padahal ya biasa aja. Biar pelanggan merasa beruntung kalau dapet harga lama."

Kusnad, yang duduk sambil membaca buku sejarah, menambahkan dengan nada serius. "Tapi kalau ini terus-terusan terjadi, kita nggak belajar dari sejarah, Pak Wira."

Saat Kusnad serius bicara, yang lain menyimak dengan sangat serius dan sambil menyeruput kopi.

"Dulu zaman kerajaan di Nusagara, kebijakan plintat-plintut kayak gini juga bikin rakyat kehilangan kepercayaan. Apa mereka nggak takut kalau ini jadi boomerang?" lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun