Negeri Tembokto adalah sebuah wilayah yang unik dan penuh dengan keabsurdan yang entah bagaimana selalu berhasil membuat warganya mengelus dada sambil tertawa getir.Â
Seperti Konoha yang punya Hokage, Tembokto juga punya pemimpin, tapi mereka lebih sering dijuluki "Pahlawan Meja Rapat" karena kerjaannya duduk, diskusi panjang, tapi hasilnya seringkali membingungkan.Â
Negara ini punya banyak kemiripan dengan Negeri Konangan (tempat asal Wagyuman dan sebagian besar warga negeri Tembokto), ada istilah "proyek titipan," "uang rokok," dan tentu saja, kebijakan dadakan yang bikin rakyat bingung.Â
Di tengah semua itu, ada Kota Atrakaj, sebuah kota yang dulunya jadi pusat segala kegiatan negeri dan Wagyuman tinggal di dalamnya.
Namun sejak ibu kota pindah ke tempat lain, Atrakaj kini hanya jadi kota biasa dengan segala hiruk-pikuk khasnya: jalan macet, pedagang kaki lima, dan warga yang selalu punya ide kreatif untuk bertahan hidup.
Sebagai seorang tukang tambal ban yang dikenal seantero kampung karena humor recehnya, Wagyuman terbiasa dengan kebijakan aneh-aneh yang dikeluarkan pemerintah. Namun kali ini, kebijakan yang diumumkan benar-benar tak masuk akal.
Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan yang bikin geger seluruh warga: pajak senyum. Ya, Anda tidak salah dengar.Â
Setiap kali seseorang tersenyum, mereka harus membayar pajak. Alasannya? Senyum dianggap sebagai bentuk kebahagiaan, dan kebahagiaan, menurut para pejabat Tembokto, adalah sumber daya yang perlu diatur dan dikelola.
Wagyuman, seorang tukang tambal ban di ujung jalan pasar, langsung mengerutkan kening begitu mendengar kabar ini dari radio bututnya.Â
"Lah, gimana nasib saya? Kalau pelanggan senyum gara-gara ban mereka beres, terus saya kena pajak juga?" gumamnya sambil menggaruk kepala.Â
Istrinya, Bu Wagimey, cuma menghela napas panjang. "Sudah, Pak, kita jangan banyak protes. Nanti malah kena pajak ngomel."