self diagnosis ini, baik secara sengaja maupun tanpa disadari.
Dalam keseharian kita mungkin pernah melakukanSelf diagnosis adalah tindakan mendiagnosis diri sendiri mengenai penyakit atau gangguan kesehatan tanpa berkonsultasi dengan tenaga medis, seperti dokter, psikolog, atau psikiater.
"Sorry, gue kayaknya lagi kena mental health deh. Kayaknya bipolar nih."
"Perut gue sakit nih, asam lambung kumat kayaknya."
Dan lain sebagainya.
Akrab dengan kalimat-kalimat sejenis itu, atau mungkin pernyataan seperti itu malah keluar dari mulut Anda sendiri?
Di era digital ini, informasi tentang kesehatan fisik dan mental begitu mudah diakses. Media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook dan Twitter dipenuhi dengan konten yang membahas isu-isu kesehatan tersebut.Â
Sayangnya, tren ini menciptakan sebuah fenomena yang kemudian kita kenal sebagai self diagnosis yang maknanya sudah dibahas di awal artikel tadi.
Dan fenomena ini tidak hanya meresahkan, tetapi juga menimbulkan sejumlah dampak yang perlu disoroti.Â
Menurut Annisa Poedji Pratiwi, Psikolog dari Pijar Psikologi, di sebuah artikel di laman psychology.binus.ac.id, bahwa self diagnosis ini justru bisa berakibat pada rasa khawatir yang berlebihan, salah penanganan, dan bahkan kondisi kesehatan yang makin parah.
Hal ini didukung dengan fakta dan data yang diperoleh dari hasil riset Millenial Mindset, bahwa sebanyak 37% gen Y yang mengikuti survey telah melakukan diagnosa diri terkait masalah Kesehatan, terutama kesehatan mental mereka.Â