Chindo adalah sebuah akronim atau singkatan dari China-Indonesia yang merujuk kepada masyarakat Indonesia beretnis Tionghoa.Â
Meski belum ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),Konon Istilah Chindo lahir dari tren di media sosial X (Twitter), ketika netizen mengomentari kemenangan salah satu peserta ajang Master Chef Indonesia season 11. Â Namun bisa jadi istilah tersebut sudah lebih lama, silahkan di riset sendiri saja.
Menariknya jika bicara, kita sebut saja dengan istilah Chindo, mereka dianggap adalah golongan yang menguasai perekonomian di Indonesia.
Mereka dipersepsikan sebagai etnis yang sangat beruntung dan selalu bisa menjadi kaya raya dimanapun keberadaannya.
Keberadaan etnis Tionghoa di dunia pun kerap dianggap sebagai penguasa perekonomian, apalagi dengan saat ini Tiongkok benar-benar menjadi kekuatan besar untuk perekonomian di dunia.
Untuk Anda yang saat ini bergelut sebagai enterprenuer, rasanya mau tidak mau harus berkiblat ke mereka agar usaha Anda dapat tumbuh dan berkembang. Bukannya usaha yang hidup segan mati pun tak mau.
Saya menemukan tips menarik yang dikutip dari Chandra Putra Negara, seorang pengusaha dan juga motivator, saat menyampaikan pesan-pesan di akun Youtube Success Before 30 atau SB 30.
Dan inilah 5 tips ala Chindo yang dibagikan oleh Chandra:
1. Gemar Menabung
Ajaran dari orang tua yang di dapat dari para leluhur mereka adalah harus gemar menabung. Mengapa? Karena kebanyakan dari orang Tionghoa ini gemar merantau dan hidup di negeri orang.
Hal itu termasuk dengan para Chindo yang hari ini kita lihat, ada sebagian dari mereka yang mewarisi itu, bukan cuma harta dan kekayaannya, tapi ke milionare mindset mereka.
Salah satu contoh ajaran itu adalah ketika Imlek, ada tradisi membagikan angpao yang sudah jadi tradisi sejak kecil. Dan biasanya setelah dibagikan, para orang tua mengajarkan agar tidak semua uang dihabiskan.
Itulah yang menyebabkan ketika dewasa mereka sampai berani menabung 50%-60% dari pendapatannya. Mereka tak peduli dengan "gaya" dan sebanyak apapun cicilan, menabung tetap harus menjadi prioritas utamanya.
2. Etos Kerja yang Bagus
Orang Tionghoa diajarkan untuk giat bekerja, terutama bagi kaum perantauan, dengan sendirinya mereka menyadari bahwa beretos kerja baik akan berimbas pada pendapatan yang akan diraih.
Bukti mereka beretos kerja bagus sudah tak terbantahkan bahkan ada sisi lainnya yang terlihat bahwa dengan hal itu mereka jadi orang yang mempunyai kalkulasi akurat, minimal mereka akan sangat berhati-hati dalam memperhitungkan keuangan dan strategi bisnis.
Sehingga dalam kondisi demikian mau tidak mau membuat mereka harus mencatat segala pengeluaran, ketika 1 rupiah keluar, harus jelas dan tercatat untuk apa digunakan.
Dengan tercatatnya keuangan secara benar, wajar jika etos kerja pun meningkat, karena jadi tahu betul jika terjadi penurunan omzet sehingga kinerja harus ditingkatkan.
3. Hemat
Ingat, Hemat bukan pelit. Dan pemahaman hidup hemat sudah berakar serta mendarah daging di kehidupan etnis Tionghoa.
Hidup hemat sudah menjadi hal demikian karena sejak dahulu para leluhur mereka yang gemar merantau dengan sadar harus puna kemampuan menghemat agar hidup dapat terus berlanjut.
Bagi etnis Tionghoa yang berdagang, untung sedikit tak jadi masalah selama usahanya dapat terus berjalan, sehingga rasanya kita tak perlu heran, jika saat ini China bisa menguasai perekonomian dunia.
4. Membeli yang Bermanfaat
Ada pameo, "beli fungsi bukan gengsi," dan itulah yang benar-benar diterapkan di dalam kehidupannya.
Jika pun mereka terlihat "boros" atau menggunakan barang-barang mahal, biasanya harus memiliki alasan jelas mengapa itu semua harus terbeli serta digunakan.
Misalnya dengan membeli barang-barang bagus itu dapat memantaskan mereka dihadapan klien dan mendatangkan cuan, maka itu tak jadi masalah.
Penampilan yang sederhana atau terlihat "miskin" pun bukan masalah besar karena tujuannya bukan untuk pamer sana sini, melainkan semuanya sudah memiliki pola yaitu kebermanfaatan yang menghasilkan cuan.
Jika klien atau pembeli produk mereka bukan dari kalangan berada maka flexing tak akan pernah dilakukan, maka jangan heran juga kalau pernah lihat Chindo yang punya toko, biasanya kerap menggunakan kaos oblong, celana pendek dan bersandal jepit.
5. Haram Berhutang untuk Berfoya-foya
Mereka tidak mengharamkan hutang selama dikategorikan sebagai hutang produktif bukannya hutang konsumtif.
Maksudnya adalah ketika berhutang, mereka bukan untuk foya-foya atau segala sesuatu yang pada akhirnya menjadi tidak produktif.
Misalnya ketika menggunakan kartu kredit atau paylater, mereka biasanya memutarnya untuk menjadikan apa yang dibeli itu sebagai aset. Setidaknya berpotensi mendatangkan cuan di kemudian hari.
Jika punya uang berlebih, selain ditabung, mereka berani membeli aset berupa emas ataupun properti. Keduanya tentu bisa menghasilkan uang yang lebih baik di kemudian hari bukan? Atau mungkin hal lain yang bisa dilakukan dan harus pasti menghasilkan cuan.
Menurut Chandra, sebenarnya masih banyak yang menjadi pedoman para Chindo supaya sukses, namun jika Anda bisa menjalani yang lima ini, niscaya Anda pun bisa menjadi lebih sukses di kemudian hari.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H