Dan saat itulah "mimpi buruk" bagi anak pemalas seperti saya tiba. Menyebalkannya lagi, dia selalu memanggil secara random. Sepertinya dia hapal nama kami semua.
Tibalah ketika itu giliran saya. Jujur, setiap pelajarannya, saya selalu berdoa dan berharap untuk tidak maju ke depan.Â
Di giliran saya yang kemudian menjadi tragedi itu, saya diminta mengerjakan sebuah soal. Sumpah, saya tidak mengerti sama sekali!
Dari semua yang maju, tinggal dua orang yang masih belum selesai, saya dan seorang kawan. Dia bisa, saya tidak.
"Kamu bisa nggak mengerjakan soal ini?" tanyanya.
"Bisa pak. Tapi agak lama," jawabku bohong.
Dan selama hampir satu pelajaran saya hanya berdiri di depan papan tulis sampai kaki pegal dan tubuh keringatan.
Rupanya, sebelum tragedi insiden penamparan terjadi, kawan saya itu berulah dengan bolak-balik ke bangkunya. Tapi dia bisa. Sementara saya diam saja tapi tak bisa-bisa.
Beliau bertanya lagi, saya merasa menjawab apa adanya, tapi entah "kerasukan" darimana, tamparan beliau langsung melayang. Seingat saya dia berkata,"Ditanya malah cengar-cengir."
"Siapa yang cengar-cengir pak? saya memang begini,"
PLAK!