Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Hari Guru Sedunia Ini Saya Bertanya, di Manakah Dikau Guru yang Menampar Pipi Ini?

5 Oktober 2024   17:26 Diperbarui: 5 Oktober 2024   18:49 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata hari ini, Sabtu, (5/10/2024) merupakan Hari Guru Sedunia. Hal itu saya temukan di status WhatsApp kawan yang sekarang menjadi seorang guru di sebuah SMK.

Hari Guru sedunia ini lingkupnya internasional, namun tentu tidak mengurangi keterikatannya dengan setiap guru yang ada di Indonesia, setidaknya, profesi ini sungguh wajib dimuliakan.

Menurut wikipedia, Hari Guru Sedunia ini baru mulai diperingati secara internasional sejak tahun 1994, yang bertujuan untuk memberikan dukungan kepada para guru di seluruh dunia dan meyakinkan mereka bahwa keberlangsungan generasi pada masa depan ditentukan oleh mereka.

Saya sangat setuju dengan hal itu, guru adalah penentu keberlangsungan generasi di masa depan. Bahkan saya hari ini, di segala kebaikan yang telah saya lakukan, ada jerih payah guru-guru mulia semasa sekolah sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.

Sebagai dedikasi awal sebelum membahas guru-guru yang menurut saya "paling" mengubah serta memberikan titik balik, tentu guru SD yang mengajari saya membaca, yaitu Ibu Rubinah.

Beliau adalah guru yang dikenal tegas dan galak, namun jika tidak seperti itu, tentu saya tidak akan bisa membaca, karena berbeda dengan sekarang, di masa saya sekolah dulu, belajar membaca baru ditekankan saat kelas 1 SD.

Karena jasanya saya jadi anak yang sangat gemar membaca, meski juga tidak terlalu menjadi seorang "kutu buku", tapi bacaan apapun selalu saya jadikan landasan serta referensi di dalam melangkah di kehidupan ini.

Kemudian di SMP ada dua nama guru Bahasa Indonesia yang teringat, Ibu Mastiur Barimbing dan almarhum bapak Sadjiman. Dengan gayanya masing-masing, saya mulai mencintai bahasa Indonesia karena di usia itulah, saya mulai bercita-cita menjadi penulis.

Pak Sadjiman lebih terkenang karena mengajar di kelas 3 dan guru yang mendukung saya untuk membentuk "ekskul" teater, meski beliau menasihati bahwa lebih baik fokus saya di kelas 3 adalah mempersiapkan ujian akhir.

Dan memang akhirnya ekskul tidak jadi berdiri meski didukung oleh ratusan adik kelas, di kelas 1, karena saya dan sahabat meminta mereka tanda tangan di sebuah "petisi" yang akhirnya diberikan ke almarhum.

Sampai kemudian di SMA, saya temui guru Bahasa Indonesia yang asyik, Ibu Erika. Saat itu tentunya, beliau masih muda,  cantik, ramah dan sangat dekat dengan muridnya. Meski kadang juga dibilang "galak".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun