Berangkat dari sanalah saya kemudian bercerita bahwa saya tuli sejak kelas 1 SMA. Peserta mulai heboh karena tak percaya. Jangankan mereka, mama saya pun sampai beliau wafat, tidak pernah tahu bahwa saya kehilangan pendengaran dikala saya remaja.
Dan tidak pernah ada yang tahu! Bahkan di acara tersebutlah, pertama kali saya mengungkapkannya.
"Apakah saya terlihat sebagai orang yang mengalami krisis percaya diri?" tanya saya kepada mereka
"Tidak!" hampir serempak mereka menjawab.
Bagaimana saya bisa melewati itu semua? Inilah yang saya lakukan hingga di usia sekarang ini, saya sering berbicara di depan publik untuk menyampaikan banyak hal.
1. Menerima keadaan
Sebagai seorang remaja yang tiba-tiba kehilangan pendengaran sebelah, tentu adalah hal yang sangat menakutkan. Dan itu sangat betul. Masa-masa SMA saya lewati dengan rasa minder, tapi wujudnya terlihat hanya sebagai orang yang tak pandai bergaul alias sangat pendiam.
Saya tidak berani melanjutkan pengobatan setelah diduga itu terjadi karena ada kotoran di telinga. Waktu itu orang tua saya mengantar ke dokter spesialis THT. Biaya cukup mahal. Sehingga setelah merasa tidak ada perubahan saya "berbohong" pada mereka.
Saya berusaha menerima keadaan daripada nantinya merepotkan mereka. Jadi, saya menerima semua derita dan segala derita yang nanti akan terjadi.
2. Bersyukur
Setelah kondisi itu terjadi, saya menerimanya dengan cara coba mensyukuri keadaan, bahwa telinga kiri saya masih berfungsi. Dan hingga kini fungsinya menjadi sangat tajam, sehingga seolah-olah, saya tetap mendengar dengan dua telinga.