Yodi tidak tahu meski aku selalu merasa bahagia, saat ini sebenarnya ada kegamangan di dalam hidupku jika aku harus melaluinya terus seperti ini. Meski aku juga paham apa itu syukur, tapi tetap ada rasa yang "hilang", entah apa.
Dan pertemuan kami di kafe berakhir, Yodi aku ajak ikut bareng naik mobilku. Saat itulah kumandang azan magrib terdengar.
"Nda, boleh nggak gue minta mampir di masjid di depan itu," pintanya.
"Eh, iya, dah magrib ya. Oke boleh lah, masa nggak," aku pun menyetujui permintaan Yodi itu.
"Lo sholat juga kan?" tanyanya
Agak kaget juga aku dengan pertanyaan retoris darinya. Tentu aku akan salat, meski, jujur...belakangan ini, aku kerap melalaikannya, semua karena kesibukan dan kelelahan.
"Maafin gue tadi ya. Omongan gue bikin malu diri sendiri,"
"Kenapa?"
"Nggak seharusnya orang yang beriman ngomong kayak gitu, tapi jujur, gue ngerasa hancur. Gue kelepasan harus ngomong sama elo setelah gue pun terpaksa minjem duit lo. Gue selalu minta sama Allah, tapi belum terwujud. Di situ kayaknya setan bisikin gue," ucapnya sedih.
"Udahlah, manusiawi kok. No body perfect bro, sans. Kayak baru kenal gue kemaren aja lo ah," hiburku.
"Tau nggak?"