Vina Cirebon sampai hari ini, Jumat (13/09/2024) masih terus bergulir dengan adanya sidang Peninjauan Kembali (PK) dari 7 Terpidana seumur hidup kasus tersebut.
KasusBoleh dibilang saya menyimak dan mencermati kasus Vina Cirebon ini sejak awal, yaitu ketika saya menulis artikel di media online Bondowoso Network, dimana saat itu saya menulis tentang film Vina: Sebelum 7 Hari.
Awalnya, seperti biasa di media tersebut, saya suka memberikan pandangan mengenai film yang sedang "naik daun" dan box office.
Dan saat itu memang film Vina: Sebelum 7 Hari sudah mulai menampakkan "pesona"nya hingga akhirnya tercatat telah ditonton oleh 5.8juta penonton bioskop.
Setelah itu mulailah banyak ulasan, yang justru mengerucut pada pengungkapan kasusnya karena penonton dan banyak orang di negeri ini simpati kepada korban serta prihatin atas penanganan hukumnya.
Dan sampai setelah Pegi Setiawan yang disangka dan masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dinyatakan tidak bersalah, makin banyak ulasan mulai dari media sosial bahkan hingga ke televisi nasional.
Yang tampil membahas dan kerap diundang sebagai narasumber adalah para pengacara serta berbagai pihak terkait, termasuk saksi-saksi yang ketika di tahun 2016 tak berani menyatakan pendapat atau menyampaikan kebenarannya.
Meski banyak ulasan yang sifatnya repetitif dan hanya mempertimbangan sisi monetesasinya, ada pula konten di media sosial serta Youtube yang berusaha mengungkapkan fakta secara obyektif.
Salah satunya yang juga menjadi acuan saya untuk berita-berita up date tentang kasus Vina Cirebon ini adalah akun Youtube Kang Dedi Mulyadi (KDM) dan akun Diskursus Net.
Kang Dedi boleh dibilang sangat rajin menggali dan hingga kemarin masih saja ada yang berdatangan untuk bantu mengungkapkan fakta.
Banyak Novum baru, dari saksi-saksi baru yang terus bermunculan, menyampaikan segala sesuatu yang di tahun 2016 tidak se-eforia saat ini.
Mengikuti kasus ini, saya yang termasuk awam dalam masalah hukum, malah banyak mendapatkan pelajaran mengenai hukum dan aparatur penegak hukumnya.
Mau tak mau saya dan siapapun yang menyimak, mendapatkan banyak pengetahuan serta wawasan mengenai teori-teori hukum hingga beberapa mekanisme kerja para penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan kehakiman.
Di dalam tulisan unggahan status Facebook ini saya memberikan catatan khusus yang diberi judul Cataan Orang Nekat, yakni mengenai keresahan serta analisa saya terhadap kejadian serta kasus tersebut.
Sementara di status Facebook ini analisa saya menyatakan akan terjadi "plot twist" untuk kasus ini, saya coba menganologikan kejadian tersebut dengan menggunakan teori storytelling di dalam menulis skenario.
Dan benar saja, kedua analisa saya tersebut terbukti, kasus ini ternyata lebih "hebat" dari kasus "Sambo" karena hingga kini selalu menjadi perbincangan, kurang lebih selama 4 bulan. Sementara kasus Sambo terungkap lebih cepat dari itu!
Ada apakah ini sebenarnya?
Jika melihat mulai dari tayangan siniar KDM Channel milik Kang Dedi Mulyadi ataupun dari tayangan-tayangan lainnya, entah itu di Youtube maupun televisi, kasus ini begitu rumit.
Bukan saja rumit tapi juga menunjukkan kelemahan penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak, di dalam prosesnya di tahun 2016 itu telah terjadi peristiwa penganiayaan berat terhadap ke-8 terpidana.
Jika di tahun 2016 mereka bungkam, namun setelah kasus ini viral makin bermunculan banyak saksi, mereka pun semakin berani bersikap terbukti dengan dibantu penasihat hukumnya mengajukan gugatan PK.
Di pengadilan PK kedua setelah PK Saka Tatal ini, saya semakin miris, dan mungkin juga banyak orang, bagaimana perilaku oknum polisi yang dikatakan menganiaya itu benar-benar disampaikan seperti orang tanpa rasa kemanusiaan.
Ke-6 terpidana ketika menyatakan memori persidangan di tahun 2016 terlihat menangis karena mengingat pengalaman traumatis yang mereka alami.
Bayangkan, mereka selain dipukuli, disetrum, diinjak, dijepit tangannya dengan bangku, dihajar kepalanya dengan gembok besar, mereka pun masih dipaksa minum air seni di saat sedang kehausan.
Selain itu, mereka juga dipaksa untuk mengolesi mata serta alat kelamin mereka dengan balsem. Rivaldi bahkan alis mata serta telinganya di steples!
Belum lagi dari cara menjijikan oknum kepolisian saat memberi makan, mereka disuruh makan seperti binatang, diberikan makan dengan piring yang dilempar dan ketika berceceran, mereka diminta untuk memakannya langsung dengan mulut.
Miris dan sangat tidak terkutuk sekali bukan kelakuan para oknum kepolisian ini?
Itu baru dari cara mereka "mengejar pengakuan saja". Bagiamana nanti jika memang Mahkamah Agung mengabulkan PK mereka ini?
Yang menurut saya, seharusnya dikabulkan. Masa iya seluruh saksi, bukti dan pengakuan yang ada bisa sebegitu kompaknya menyatakan bahwa ini akan mengarah kepada sebuah kecelakaan tunggal belaka?
Apa yang ingin dilindungi oleh IPTU Rudiana dan kawan-kawannya, serta sampai sedemikian sakit hatinya mereka pada orang-orang yang notabene adalah rakyat kecil ini?
Dimana pula nurani seorang saksi bernama Aep yang di dalam penyampaian saksi lainnya di tahun 2024 ini justru berbalik 180 derajat, kemana nurani Aep hanya karena dendam pribadi ia tega melakukan sebuah kesaksian palsu?
Ini baru satu kasus keadilan yang terungkap setelah viralnya film, belum kasus Jessica Wongso, atau kasus-kasus lainnya yang bisa jadi seperti fenomen gunung es?
Masyarakat dengan adanya kasus Vina Cirebon ini harus benar-benar belajar, agar hak serta kewajibannya  sebagai manusia yang dilindungi hukum ini dapat lebih berani diungkapkan serta tegas saat terjadi tindakan atau tuduhan melawan hukum yang disangkakan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H