Bayangkan, mereka selain dipukuli, disetrum, diinjak, dijepit tangannya dengan bangku, dihajar kepalanya dengan gembok besar, mereka pun masih dipaksa minum air seni di saat sedang kehausan.
Selain itu, mereka juga dipaksa untuk mengolesi mata serta alat kelamin mereka dengan balsem. Rivaldi bahkan alis mata serta telinganya di steples!
Belum lagi dari cara menjijikan oknum kepolisian saat memberi makan, mereka disuruh makan seperti binatang, diberikan makan dengan piring yang dilempar dan ketika berceceran, mereka diminta untuk memakannya langsung dengan mulut.
Miris dan sangat tidak terkutuk sekali bukan kelakuan para oknum kepolisian ini?
Itu baru dari cara mereka "mengejar pengakuan saja". Bagiamana nanti jika memang Mahkamah Agung mengabulkan PK mereka ini?
Yang menurut saya, seharusnya dikabulkan. Masa iya seluruh saksi, bukti dan pengakuan yang ada bisa sebegitu kompaknya menyatakan bahwa ini akan mengarah kepada sebuah kecelakaan tunggal belaka?
Apa yang ingin dilindungi oleh IPTU Rudiana dan kawan-kawannya, serta sampai sedemikian sakit hatinya mereka pada orang-orang yang notabene adalah rakyat kecil ini?
Dimana pula nurani seorang saksi bernama Aep yang di dalam penyampaian saksi lainnya di tahun 2024 ini justru berbalik 180 derajat, kemana nurani Aep hanya karena dendam pribadi ia tega melakukan sebuah kesaksian palsu?
Ini baru satu kasus keadilan yang terungkap setelah viralnya film, belum kasus Jessica Wongso, atau kasus-kasus lainnya yang bisa jadi seperti fenomen gunung es?
Masyarakat dengan adanya kasus Vina Cirebon ini harus benar-benar belajar, agar hak serta kewajibannya  sebagai manusia yang dilindungi hukum ini dapat lebih berani diungkapkan serta tegas saat terjadi tindakan atau tuduhan melawan hukum yang disangkakan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H