Koperasi harusnya dapat menjadi solusi bagi para pelaku Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM).
Jika menilik sejarah awal dan dalam proses perkembangannya,Koperasi yang digerakkan dari akar rumput dengan keterlibatan UMKM tentu akan menjadi sebuah gerakan ekonomi rakyat nan dahsyat.
Mungkin untuk membahasnya lebih jauh, perlu kiranya kita melakukan kilas balik dan melakukan napak tilas secara imajiner tentang sejarah pendirian koperasi di Indonesia.
Dikutip dari Artikel yang ditulis Maulina Faradila di laman Universitas Sebelas Maret, koperasi di Indonesia dimulai sejak era kolonial Belanda.Â
Ketika itu, koperasi didirikan untuk melindungi kepentingan ekonomi para petani dan buruh.Â
Salah satu koperasi pertama yang didirikan di Indonesia adalah De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden (Bank Bantuan dan Tabungan Petani Pribumi Poerwokerto) pada tahun 1895.Â
Koperasi ini didirikan oleh seorang Belanda bernama J. H. van der Hoop dan bertujuan untuk membantu kaum Priyayi di Poerwokerto dalam mengatasi masalah keuangan (Hasnawati,2011 :759-761).
Inilah lembaga keuangan pertama yang melayani rakyat kecil. Bank lokal ini memainkan peran penting sebagai cikal bakal dalam pendirian Bank Rakyat Indonesia atau BRI.Â
Pada tahun 1920, Komisi Koperasi dibentuk di bawah kepemimpinan Dr. J.H. Boeke sebagai Penasihat Urusan Kredit Rakyat.Â
Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk menyelidiki manfaat keberadaan koperasi di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi menghadapi berbagai hambatan.Â
Pemerintah Belanda mengeluarkan Peraturan Koperasi No. 431 tahun 1915 untuk membatasi pertumbuhan koperasi.
Namun pada masa penjajahan Belanda, koperasi berperan menjadi alat perlawanan terhadap eksploitasi ekonomi asing.Â
Koperasi yang didirikan pada masa itu tumbuh subur di berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kerajinan, dan perdagangan.Â
Koperasi menjadi alat bagi masyarakat untuk mengatasi ketergantungan pada entitas asing dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, jumlah koperasi aktif di Indonesia mencapai 127.124 unit, dan naik menjadi 127.846 unit pada tahun 2022.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil Menengah (PPKUKM) Provinsi DKI Jakarta pernah menggelar Sosialisasi peran serta Koperasi Wirausaha Kecamatan (KWK) dalam mendukung pemberdayaan dan pengembangan usaha anggota Jakarta Entrepreneur pada (24/7/2023).
Agenda ini diselenggarakan untuk menindaklanjuti rapat persiapan peran serta KWK dalam mendukung pemberdayaan dan pengembangan usaha anggota Jakarta Entrepreneur sehubungan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UKM.
M. Fajar Sauri selaku Kepala Bidang Koperasi Dinas PPKUKM saat itu menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat sekaligus memberikan pemahaman bagi para penggerak koperasi yang mengikuti sosialisasi tersebut.
Namun apakah berita yang dikutip langsung dari laman Dinas PPKUKM telah menunjukkan perkembangan serta kebermanfatannya secara nyata, terkhusus untuk pelaku UMKM di wilayah Kecamatan masing-masing?
Mungkin ada data resmi yang bisa diperlihatkan atau sebuah bentuk sosialisasi resmi tentang itu dari Pemprov Jakarta pada khususnya ataupun dari lembaga terkait di seluruh Indonesia?
Sayangnya, meski ini berupa rumor, namun "kasak-kasuk" tentang tidak berjalannya beberapa (atau semua?) Koperasi setelah didirikan, telah sampai ke saya dan juga seperti sudah menjadi rahasia umum.
Ada saja informasi yang saya dapati mengenai perkembangannya, terkhusus perkembangan KWK di wilayah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan yang kebetulan pernah ikut saya dirikan dan menjadi anggota dewan pengawasnya.
Beberapa faktor yang membuat koperasi sulit berkembang di Indonesia, di antaranya adalah koperasi yang tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, dan banyaknya penyimpangan yang dilakukan.
Secara garis besar masalah-masalah yang dihadapi koperasi adalah;Â
1. Koperasi kurang diminati masyarakat karena faktor imej dan ketidakpercayaan masyarakat.
2. Sumber daya manusianya kurang profesional dan kompeten.
3. Anggaran dasar atau anggaran rumah tangga tidak dirancang dengan baik .Â
4. Pesaing baik dari sesama badan usaha koperasi maupun dari badan usaha lainnya.
5. Tidak adanya laporan keuangan transparan.
Itu merupakan masalah umum yang terlihat dari perkembangan koperasi, khususnya KWK, yang jika hal ini diperhatikan serta dibenahi, tentu akan menjadi solusi bagi bangsa besar ini.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H