Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Freelancer - Author, Freelance Script Writer, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sunflower (1), Matahari Terbit

27 September 2024   06:50 Diperbarui: 27 September 2024   10:29 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

23 September 2004

Matahari terbit telat itu kiamat!

Itu yang diketahui oleh semua orang termasuk Bunga, sama pula dengan para peserta apel pagi Karang Taruna Jakarta Selatan ini. Mereka semua sudah bersiap diberangkatkan untuk pergi ke Villa Tautan Hati di Puncak, Bogor untuk Latihan Dasar Kepemimpinan sekaligus memperingati Hari Lahir Karang Taruna yang jatuh pada tanggal 26 September.

Dan hari itu keberangkatan mereka tertunda hampir sejam dari jadwal yang tertera di rundown event, panitia dan para senior asli sewot semua. Bisa jadi ini kiamat sugra, alias kiamat kecil bagi mereka semua. Selain harus berpanas-panas hati menunggu salah seorang yang terlambat, mereka juga berjemur di lapangan parkir kantor Walikota, matahari udah mulai muncul cuy...anget!

Akhirnya kelompok Bunga yang berasal dari Kecamatan Pesanggrahan pun diberangkatkan dulu, tinggal kelompok dari Kecamatan Kebayoran Lama saja yang tertahan dan pasti akan menerima hukuman nanti. 

Dan ini semua gegara seorang pemuda tampan bernama Matahari Persada! 

Tuh...lihat, namanya keren kan? Tapi kelakuannya jauh dari kata keren...ckckckck...

Karang taruna Jaksel saat itu memang memiliki ketua yang ngiler...eh...Killer maksudnya, jadi untuk urusan disiplin dan kerapihan sudah pasti bakal masuk ke dalam"Perfect to-do list" miliknya.

Bang Rudi namanya...tinggi tegap badannya...mata elang mungkin bakal kalah kalau diadu sama mata dia yang tajam, kemarin saja ada yang kebeler alias tersayat tuh katanya...eh..nggak..bercyanda!

"Tung! Lo kali ini nggak seberuntung nama lo! Kalian semua stay di sini, nanti ada angkot yang bakal angkut kalian ke Puncak. Trus, inget, kalian nggak akan bebas dari hukuman berikutnya nanti di sana!" ucap Bang Rudi melotot, buseh...itu mata sampai mau copot.

Untung yang lagi nggak seuntung biasanya itu cuma bisa mengutuk dirinya. Jantungnya, lambungnya, semua organ tubuhnya sudah jadi batu, layaknya Malin Kundang yang dikutuk karena durhaka sama ibu kandungnya. Parah kan...

"Mamaaaattt...mampus lo Mat! Demennya cari gara-gara aja, cari duit kek biar kaya...hufff..." umpat Untung dalam hatinya

"Bener. Mending cari duit daripada cari gara-gara. Bilangin tuh si Mamat," ucap Bang Rudi

Waduh..ini Bang Rudi Paralayang..eh cenayang apa dukun sih..eh sama sama ya. Untung jelas bengong ketika suara hatinya tertangkap dan spontan dibalas sempurna kayak gitu.

"Makanya jangan macem-macem lo sama gue!" ancam Bang Rudi se-killer mungkin.

"Eh..i...iya...si..siyappp abangku.." Untung menjawab dengan tubuh seperti habis naik bajaj, gemetar.

Dan Bang Rudi bersama sebagian Panitia akhirnya berangkat menyusul peserta ke Puncak. 

Bunga kini sudah berada di dalam bus yang cukup nyaman, akhirnya tidak jadi bersumpah serapah. Selain ber-AC, bus-nya dilengkapi dengan TV dan sound system bagus. Jadilah akhirnya mereka berdangdut ria di dalam bus untuk menghilangkan kedongkolan selama berjemur di lapangan parkir kantor Walikota tadi.

Sementara Untung dan rekan-rekan serta juniornya mendadak terhukum karena masih harus berpanas-panasan. Hati mereka pun semakin panas ketika melihat Matahari yang datang dengan jalan santai layaknya bayi tanpa dosa, duh! Ini anak enaknya diapain ya..

"Matahari Persada alias Mamat!" teriak Untung kesal.

"Siap, Bang Un.."

"Manggil gue jangan disingkat gitu, bego!" teriaknya tambah kesal.

"Eh, iya Bang Tung,"

"JANGAN DISINGKAT!" teriak Untung makin sewot

"Siap, Bang Untung Slamet Selamanya," Mamat berkata sambil menunduk, duitnya jatuh.

"Nggak perlu selengkap itu jugaaaa!!!" Untung sewotnya sudah sampai ke ubun-ubun.

Itu memang nama asli Untung, dan dia sebal. Setega itu orang tuanya  memberi nama hingga akhirnya ia bakal jadi orang yang di-bully seumur hidup gegara nama uniknya. Dimana saja, kapan saja, nama yang mudah diingat itu selalu jadi ledekan. Nah, jadi untuk kalian yang bakal jadi orang tua nanti, kalau memberikan nama anak jangan sembarangan ya, perhatikan juga sisi kejiwaan mereka yang bakal menerima beban gegara nama uniknya seumur hidup.

"Ngapain aja lo sampai telat, hah!" bentak Untung tepat di depan wajah Mamat lengkap dengan bonus semburan droplet dan bau naga.

"Buset dah ini mulut apa bantar gebang yak," maki Mamat dalam hatinya, "Maaf Bang. Saya jawabnya lengkap apa singkat?" tanya Mamat serius, tapi teman-teman peserta lainnya kompak menahan tawa sampai ada yang terkentut-kentut.

"Singkat, jelas, padat!"

"Siap, tidur!"

"Goblok!"

"Emang!"

"Push Up!"

"Ogah! eh...siap bang..ampun.."

Matahari pun langsung mengambil posisi push up dan ia harus siap dikerjain dengan hitungan asal-asalan dari Untung serta teman-teman lainnya. 

Setidaknya ini balas dendam level 1 dari mereka, karena semua yakin nanti di tempat acara, pasti hukuman lain bakal mereka terima. Satu bersalah, semua di hukum. Begitu azas si raja tega berfatwa! Alih-alih menegakkan disiplin, namun kenyataannya hal seperti itu tidak bisa serta merta mengubahnya, untungnya mereka generasi xennials, yaitu generasi "irisan" dari generasi X dan milenial yang terlahir di tahun 1977 sampai 1983.

Matahari yang koplak dan cuek pun menerima semua cercaan dan hukuman "level 1" itu sampai kemudian jemputan mereka datang. Para senior dan panitia yang tersisa enak, mereka naik mobil pribadi, sementara mereka....

Matahari, Untung dan peserta lainnya bengong begitu melihat angkot putih jurusan Ciledug-Kebayoran Lama datang.

"Ini nggak salah, bang? Yang lain setahu saya naik bus AC, kok kita naik beginian. Diskriminasi ini," ungkap Matahari sok berjiwa aktivis.

"Lo yang salah! Ini bukan diskriminasi, ini hukuman.."

"Lha kok gitu?"

"Udah, diem lo. Ayo naik," perintah Untung menahan kesal.

Mereka pun mengambil tas bawaan masing-masing dan masuk ke dalam angkot butut itu. Lima menit, angkot itu masih diam dengan si sopir mulai berkeringat karena mesin mobilnya tak bisa di starter.

"Maaf abang-abang, ini si Jeger ngambek lagi kayaknya," kata si Supir tidak enak.

"Maksudnya gimana?" tanya Untung.

"Sedikit ngambek sih ini mobil," Si Supir makin berasa nggak enak.

"Ya terus kenapa?"

"Mmm..boleh minta bantuan dorong? Maaf nih, kalo mau, kalo nggak, duit saya balikin deh," Si Supir sudah makin tidak enak melihat tatapan menyeramkan dari semua penumpangnya.

"Ya udah, ya udah. Ayo pada turun, dorong!" Perintah Untung yang tetap diam di kursi depan.

"Bang,"

"Apa?"

"Abangnya juga turun. Ini aja saya turun," pinta si supir yang juga turun ikut mendorong sambil mengarahkan setir.

"Iya..iya. Ribet banget sih!" 

Alhasil turunlah mereka semua dan sekuat tenaga mendorong, tapi mobil nggak bergerak juga.

"Eh maaf..rem tangannya.." Si supir nyengir merasa berdosa.

Dengan merasa dongkol, akhirnya semua mendorong dengan sekuat tenaga. Dorongan mereka dengan penuh rasa kesal itu tampak sukses, karena hanya dengan sekali dorong, si angkot butut pun bisa bergerak cepat, melaju. Mereka semua yang mendorong terjatuh dan Untung terkena bonus asap knalpot hitam di wajahnya.

"Mamaaaaatttttt Kupreeeetttt!!!" Teriak Untung kesal

Akhirnya mereka semua berangkat, namun tetap dengan suasana hati yang "harap-harap cemas" layaknya cowok ingin "menembak" ceweknya, atau seorang ayah yang menunggu kelahiran bayinya. Ada yang sampai mules saking cemasnya.

"Preeeeettttt..." bunyi kentut membahana di udara pengap dalam angkot.

"Siapa ini yang kentut!" bentak Untung

Matahari ngacung, "Dikit, bang."

Dengan kesal mereka semua ngacir keluar angkot yang apesnya, itu angkot mogok lagi gegara si supir juga ikut keluar dengan mematikan mesin.

Untung dan teman-temannya kesal bertumpuk, mereka pun kompak berteriak,

"Mamaaaaaaaattttttt!!!!!!"

"Iya..gue nggak budeg kali ah..."

Berikutnya sendal, sepatu, bakiak, selop, sepatu sendal, sepatu satpam, lemari baju, kompor, kulkas, kontrakan dua pintu, semuanya terlempar ke arah Matahari yang ngacir mencari perlindungan dari kemarahan semua orang.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun