Untung yang lagi nggak seuntung biasanya itu cuma bisa mengutuk dirinya. Jantungnya, lambungnya, semua organ tubuhnya sudah jadi batu, layaknya Malin Kundang yang dikutuk karena durhaka sama ibu kandungnya. Parah kan...
"Mamaaaattt...mampus lo Mat! Demennya cari gara-gara aja, cari duit kek biar kaya...hufff..." umpat Untung dalam hatinya
"Bener. Mending cari duit daripada cari gara-gara. Bilangin tuh si Mamat," ucap Bang Rudi
Waduh..ini Bang Rudi Paralayang..eh cenayang apa dukun sih..eh sama sama ya. Untung jelas bengong ketika suara hatinya tertangkap dan spontan dibalas sempurna kayak gitu.
"Makanya jangan macem-macem lo sama gue!" ancam Bang Rudi se-killer mungkin.
"Eh..i...iya...si..siyappp abangku.." Untung menjawab dengan tubuh seperti habis naik bajaj, gemetar.
Dan Bang Rudi bersama sebagian Panitia akhirnya berangkat menyusul peserta ke Puncak.Â
Bunga kini sudah berada di dalam bus yang cukup nyaman, akhirnya tidak jadi bersumpah serapah. Selain ber-AC, bus-nya dilengkapi dengan TV dan sound system bagus. Jadilah akhirnya mereka berdangdut ria di dalam bus untuk menghilangkan kedongkolan selama berjemur di lapangan parkir kantor Walikota tadi.
Sementara Untung dan rekan-rekan serta juniornya mendadak terhukum karena masih harus berpanas-panasan. Hati mereka pun semakin panas ketika melihat Matahari yang datang dengan jalan santai layaknya bayi tanpa dosa, duh! Ini anak enaknya diapain ya..
"Matahari Persada alias Mamat!" teriak Untung kesal.
"Siap, Bang Un.."