Mohon tunggu...
Dimas Fajar
Dimas Fajar Mohon Tunggu... Lainnya - Job seeker, aspiring writer

"Man decays, his corpse is dust. All his kin have perished; But a book makes him remembered through the mouth of its reciter" Puisi Mesir Kuno

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar Tingkat Ancaman Kecerdasan Buatan

3 Januari 2019   16:18 Diperbarui: 3 Januari 2019   16:47 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini, kemajuan pesat teknologi kecerdasan buatan atau AI tidak hanya menjadi isu IPTEK, namun juga menjadi isu ekonomi dan politik global. Pada 2017 dan 2018 Mei lalu, PBB beserta ITU(Uni Telekomunikasi Internasional) dan XPRIZE telah mengadakan pertemuan internasional yang khusus membahas tentang potensi dari AI untuk kemajuan peradaban manusia.

Dalam pidato pembukanya, Antonio Guterres (Sekjen PBB) telah mengakui bahwa AI tidak hanya menjadi teknologi yang kecepatan perkembangannya di luar nalar, namun AI juga telah menjadi kekuatan penentu dalam dunia sosial, politik, dan ekonomi saat ini.

Dalam salah satu pernyataannya, Houlin Zhao (Sekjen ITU) menuturkan pengembangan dan penyebaran AI secara optimal dapat menuntaskan berbagai permasalahan global seperti kelaparan, kemiskinan, penyebaran penyakit,hingga krisis lingkungan (lihat AI for Good Global Summit Report 2017). 

Akan tetapi, dengan kemampuan dan potensi terpendamnya yang luar biasa, teknologi AI juga membawa resiko yang sama besarnya juga terhadap sektor ekonomi, politik, serta pertahanan dan keamanan. Tidak sedikit para pionir dan ahli teknologi, perumus kebijakan, peneliti hingga aktivis yang telah menyerukan kekhawatiran mereka atas laju perkembangan teknologi ini yang tidak terbendung.

Bill Gates sendiri sudah menyatakan kehawatirannya terhadap AI. Bahkan, Elon Musk (pendiri PayPal, Tesla, dan SpaceX) mencuit dalam akun twitternya bahwa tingkat risiko AI melebihi resiko pengembangan nuklir rezim otoriter seperti Korea Utara.

Bahkan, Departemen Pertahanan AS beserta para pejabat senior Angkatan Udara AS telah menyatakan perhatian serius mereka terhadap risiko yang dibawa senjata berteknologi AI. Keseriusan mereka timbul setelah melihat kasus misterius penyerangan pangkalan militer Rusia di Suriah oleh kawanan drone pada Januari 2018 lalu. 

Kemutakhiran AI akhir-akhir ini juga menimbulkan kecemasan, mengingat dibalik kemajuan yang dibawanya ada proses komputerisasi yang berada pada tingkat diluar nalar manusia. Meski sudah dikembangkan selama puluhan tahun, para ahli AI sendiri masih sangat kesulitan dalam menjelaskan secara detail metode atau teknik yang dipakai AI.

Bahkan AI yang ada di Google ads, translator online, spotify, dan di perangkat-perangkat sederhana lainnya saja sudah memiliki sistem pemrogaman yang mana si pendesainnya sendiri tidak bisa menjelaskan secara rinci. 

Yang mengkhawatirkan adalah semakin banyak sektor-sektor krusial seperti kesehatan, finansial, dan militer yang mengadopsi teknologi yang misterius dan dapat 'mencerdaskan dirinya sendiri' ini. "Sebaiknya jangan terlalu memercayai metode sistem ini untuk mengambil keputusan-keputusan yang strategis", kata Tommi Jaakkola (profesor ilmu komputer dari MIT). 

Meski dianggap dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekonomi yang didorong teknologi AI juga dianggap berimplikasi negatif terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Otomatisasi pekerjaan yang didukung AI diperkirakan menghilangkan sejumlah besar pekerjaan di masa mendatang. 

Sebuah penelitian dari Oxford memperkirakan 47% pekerja di AS akan digantikan dengan mesin 20 tahun lagi, sedangkan 54% para pekerja di Uni Eropa akan kehilangan pekerjaannya akibat fenomena serupa menurut sebuah perhitungan dari Bruegel (lembaga penelitian ekonomi Eropa).

Jika dibiarkan, fenomena ini dapat membawa kekacauan sosial dan politik di negara-negara tersebut, sehingga dapat membawa negara-negara tersebut ke arah pemerintahan yang otoriter atau bahkan menuju negara gagal.

Risiko yang sama berbahayanya juga dapat dilihat pada sektor pertahanan dan keamanan. Terobosan di bidang AI yang mendapat kekhawatiran bahkan penolakan yang cukup keras ialah senjata otonom atau senjata mandiri.

Izumi Nakamitsu (representatif UNODA/Badan PBB terkait Pelucutan Senjata) menyatakan bahwa sistem senjata yang dapat memilih dan menyerang target sendiri saat ini sudah dikembangkan. Jika perkembangan senjata ini terus dilanjtkan tanpa batas, maka kita akan melihat jumlah korban dan kerusakan yang tidak terbayangkan sebelumnya pada medan tempur di masa depan, mengingat bagaimana metode senjata ini dalam memilih dan menyerang target masih dipertanyakan.

Selain senjata otonom, kemungkinan malware atau program komputer berbahaya yang ditingkatkan dengan AI juga sama berbahayanya. Menurut Prof. Stuart Berkeley (ilmuwan komputer Universitas Kalifornia), pencurian akun bank lewat malware tanpa teknologi ini saja sudah menimbulkan kerugian finansial $10o miliar tiap tahunnya.

Penggunaan senjata otonom atau malware berteknologi AI oleh pihak berwajib saja sudah menimbulkan pertentangan, apalagi jika kedua teknologi tersebut digunakan oleh pelaku kejahatan. Jika kita saja sudah memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk menciptakan teknologi-teknologi berbahaya tersebut, tidak menutup kemungkinan para teroris, pemimpin diktator, hingga hacker yang pro juga sudah melakukan hal yang sama.

Distribusi teknologi AI diantara aktor-aktor jahat tersebut juga akan sangat sulit dihentikan, dikarenakan AI tidak memerlukan material dan peralatan sekompleks teknologi kimia, biologi, dan nuklir.

AI juga dapat mengefisienkan aktivitas kejahatan, karena pengontrolan AI hanya memerlukan sedikit orang dan beberapa perangkat lunak dan keras. Keuntungan ini dapat merevolusi kejahatan-kejahatan di masa mendatang seperti penyerangan dengan kawanan besar drone, serangan siber terotomatisasi, penyebaran video palsu yang hampir realistis(Deepfake), dan sebagainya. 

Ancaman lainnya dari AI ialah jika sebuah artificial general intelligence(AGI), atau mesin dengan kecerdasan menyeluruh muncul. AI tipe ini memiliki tingkat kecerdasan dan kemampuan  jauh diatas teknologi-teknologi AI yang ada saat ini, bahkan diatas manusia.

Menurut Nick Bostrom(ahli filsafat Universitas Oxford), AGI akan memiliki kemampuan kognitif yang lebih beragam, seperti pengembangan kecerdasan dan produktifitas sendiri, menyusun strategi, manipulasi sosial, hingga menjadi hacker.

Sebuah tesis yang membahas hal ini mengatakan, bahwa AI jenis ini akan memiliki kecenderungan untuk terus menjaga & memperbaharui sistemnya sendiri, bahkan determinasi diri untuk bebas dari kekangan si programer.

Parahnya lagi, dengan gabungan kecenderungan atau sifat-sifat tersebut, AI ini dapat mempersepsikan si programer beserta seluruh umat manusia sebagai ancaman terhadap keberlangsungan sistemnya, sehingga memiliki tujuan tambahan untuk melenyapkan mereka.

Sebagai catatan, tulisan ini tidak bertujuan untuk memberi pandangan bahwa sebaiknya penelitian dan pengembangan AI dihentikan. Namun, tulisan ini mencoba mengutarakan berbagai pandangan dan perkiraan tentang kekuatan gelap dari AI dibalik potensi kehebatannya.

Penemuan AI layaknya penemuan api, mesin uap, listrik, hingga nuklir, dimana AI tidak hanya membawa kemajuan IPTEK, namun juga membawa pembaharuan budaya, ekonomi, politik, dan sosial di zamannya. Akan tetapi, jika tingkat ancaman yang dibawa AI tidak diperhitungkan dengan baik, maka AI bisa merusak tatanan masyarakat hingga senjata penghancur bagi umat manusia.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman bersama dan tindakan antisipatif yang nyata dari setiap pengembang dan pemakai teknologi AI untuk meningkatkan kesadaran akan isu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun