Lagi-lagi, banyak anak yang masih berusia dini sudah "dipegangi" teknologi ini meskipun sebenarnya pada masa ini anak-anak mestinya belajar tentang dunia dan lingkungan di sekitarnya dibanding menyaksikan tayangan-tayangan tidak bermanfaaat di gadget yang tidak ada habisnya. Parahnya, para orang tua pun kadang tidak tahu apa yang sebenarnya dilakukan anak-anaknya di luar pengawasan mereka.
Beberapa literatur menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak terpapar pornografi (Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, 2017; Semai, 2015; Strasburger et al., 2010; Tim Sejiwa, 2018), antara lain:
tidak sengaja melihat pornografi yang muncul saat menggunakan gadget orangtua atau saat mengakses internet;
menerima dan membuka pesan teks, foto, atau video seksual di media sosial;
memiliki rasa ingin tahu atau penasaran yang tinggi, sehingga membuat anak mencoba mengakses situs bermuatan pornografi;
terpengaruh dengan ajakan atau bujuk rayu teman sebaya dan lingkungan sekitarnya;
perasaan BLAST, yaitu: Bored (Jenuh), Lonely (Kesepian), Angry (Marah), Stressed (Stres), Tired (Lelah);
kurang pendidikan agama, khususnya pembelajaran karakter dan penanaman akhlak dari sekolah;
kurangnya kesadaran orang tua terhadap pentingnya perhatian orang tua dalam pengawasan media yang digunakan anak.
Saya sendiri yang merupakan mahasiswa S1 Universitas Airlangga juga menemukan sebuah artikel dari Fakultas Kesehatan Masyarakat yang menyebutkan dampak dari perilaku mengakses konten pornografi secara terus menerus ialah terjadinya kerusakan otak yang mengakibatkan korbannya mengalami penurunan fungsi otak. Ciri-ciri seseorang yang mengalami kerusakan otak dikarenakan pornografi, yaitu sulit konsentrasi, sulit mengendalikan diri, sulit menunda keinginan, sulit merencanakan masa depan.
Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh pornografi lebih fatal dibandingkan dengan kerusakan otak yang disebabkan oleh narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza) (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2017). Dampak lainnya yaitu perilaku menyimpang terutama terkait dengan seks, misalnya melakukan hubungan badan sebelum adanya ikatan pernikahan, pelecehan seksual, dan lain sebagainya.