Mohon tunggu...
Dimas Catur Prima Nugroho
Dimas Catur Prima Nugroho Mohon Tunggu... -

Enterprenuer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Profesi dan Motivasi

24 November 2017   13:34 Diperbarui: 24 November 2017   14:33 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Nak, kita mulai cari informasi berobat ke Malaysia yuk" 

kata-kata itu meluncur dari mulut Bapak saya sore itu. kita baru saja keluar dari sebuah rumah sakit swasta di kota saya. khususnya dari  poli spesialis jantung, dengan dokter jantung paling terkenal dikota ini. 

saat itu langit mendung, pertanda hujan deras siap mengguyur kota saya, ditengah kemacetan khas sore hari, ditambah mendung yang cukup pekat, Bapak saya seperti kembali mengingat pengalamannya 7-10 tahun yang lalu, saat harus operasi batu ginjal di Malaysia. 

"Kalo di Malaysia itu koq dokternya kerjanya cepat, gak lambat seperti disini, segala pengecekan dilakukan sesegera mungkin, bahkan operasi juga gak selama disini"

itulah obrolan sore itu antara saya dan Bapak. kegiatan mengantar Bapak ke dokter sudah beberapa bulan ini rutin saya lakukan. usia Bapak sudah sepuh memang, sudah 71 tahun. ditubuh sepuhnya itu sudah banyak terdapat berbagai macam penyakit.  mulai dari diabetes, stroke ringan, jantung, batu ginjal, sampe yang terbaru, anemia aplastic. 

tidak heran, dokter yang harus ditemui juga tidak sedikit, berbagai macam dokter spesialis menjadi langganan Bapak. bahkan sampai akhirnya saya harus mengurangi kegiatan saya berkarya, agar bisa menemani Bapak ke dokter. rumah sakit, sepertinya hampir semua rumah sakit dikota saya sudah pernah "ditiduri" oleh Bapak saya.

dari obrolan itu saya seperti kembali teringat saat berdiskusi sama istri beberapa bulan yang lalu. kebetulan, istri saya juga seorang tenaga medis (perawat spesialis), yang memilih menjadi akademisi. waktu iyu kita membahas masalah perbedaan antara dokter di Indonesia dengan negara tetangga. 

menurut istri, sebenarnya tenaga medis itu masih sangat kurang di indonesia ini. terlebih untuk dokter. tetapi saat ini kebanyakan lulusan dokter muda, pada enggan untuk melakukan pengabdian di daerah terpencil. jangankan terpencil, dipinggiran kabupaten yang agak jauh aja banyak yang nolak. 

kenapa fenomena seperti itu terjadi? ya karena motivasi menjadi dokter itu sendiri sudah bergeser menurut saya. pilihan menjadi dokter bukan lagi panggilan jiwa untuk membantu umat manusia. bukan lagi pengabdian yang tulus dari rasa kemanusiaan. banyak saat ini, motivasi menjadi dokter lebih kepada mencari materi, kebanggan, atau bahkan meneruskan profesi orangtua yang juga dokter. ditambah biaya kuliah dokter yang saat ini semakin mahal. sepertinya hal-hal tersebut yang banyak merubah motivasi calon dokter muda. 

saya mempunyai beberapa pengalaman tentang dokter. saya mempunyai teman yang mengambil kuliah kedokteran. orang tua teman saya ini sangat mampu sekali. dengan latar belakang pengusaha, memiliki beratus-ratus hektare kebun sawit, memiliki pesantren di dalam kebun sawit keluargamya. apa yg terjadi saat teman saya ini sudah lulus kuliah, saat dia seharusmya sudah membuka praktek dokter umumnya, dia malah memilih menjadi pengusaha, mengikuti jejak orangtuanya. saat saya tanya kepada beliau dengan santainya beliau menjawab 

"bro, jadi dokter gak bisa cepat kaya, mending jadi pengusaha aja, lebih cepat punya ini itu" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun