Keluarga
Harta yang paling berharga
Istana paling indah
Puisi yang paling bermakna
Mutiara, tiada tara
Kalimat-kalimat di atas merupakan cuplikan dari lirik lagu Keluarga Cemara. Anda sudah ingat tentang sinetron tersebut? Keluarga Cemara lahir di tahun yang sama dengan Dilan. Sinetron tersebut populer di zamannya--tahun 90-an.
Sinetron yang diangkat dari buku karangan Arswendo Atmowiloto tersebut bercerita tentang sebuah keluarga yang hidup dalam kesederhanaan. Entah mengapa, setiap berbicara mengenai keluarga, memori yang diputar diingatan saya selalu saja Keluarga Cemara. Saya merupakan salah satu orang yang rela tidak bermain ke lapangan bersama teman-teman di kala sore hari demi duduk di depan televisi menonton sinetron hits ini.
Keluarga tersebut beranggotakan 5 orang. Terdiri dari Abah, Emak, Euis, Cemara (Ara) dan Agil. Abah adalah seorang kepala rumah tangga yang tangguh dan sangat mengayomi keluarganya. Abah bekerja sebagai tukang becak paska kebangkrutan yang ia alami. Emak adalah seorang istri yang setia menemani Abah meskipun keadaan ekonomi bahkan kehidupan mereka telah berubah 180 derajat. Emak sangat pengertian dengan kondisi Abah. Euis, anak sulung yang sangat mengasihi adik-adiknya. Cemara, akrab dipanggil Ara, anak penengah yang memiliki semangat tinggi dan penuh antusias. Agil, si bungsu yang jahil. Meskipun begitu, Agil tetap mengasihi saudara-saudaranya.
Keluarga kecil tersebut tinggal di pelosok Sukabumi. Rumah panggung berlatar sawah luas membentang, sempurna. Abah adalah sosok seorang suami sekaligus kepala rumah tangga yang tangguh, pantang menyerah, sabar dan bijaksana. Selain mengkayuh becak untuk menghidupi keluarganya.
Abah juga seringkali melakukan pekerjaan-pekerjaan sambilan di rumah tante Pressier. Tante Pressier adalah seorang tetangga yang kaya raya. Beban berat yang dipikul oleh Abah tak membuatnya lelah menyungkingkan senyuman kepada Emak dan menyurutkan tawa cerianya ketika bercanda dengan anak-anaknya sepulang bekerja.
Meskipun begitu, terkadang matanya berkaca-kaca bahkan meneteskan bulir-bulir air mata ketika ia dalam kesendirian. Ya, Abah tetaplah manusia biasa. Ia juga bisa bersedih, bahkan menangis. Walupun Abah lebih kuat daripada Dilan. Ketabahan Emak, senyum dan keceriaan Euis, Ara dan Agil yang selalu membuat Abah kuat dan tetap berusaha menjadi suami sekaligus ayah yang baik bagi keluarganya.
Matahari telah kembali ke peraduannya, malam pun menjelang. Emak selalu memanfaatkan waktu singkat bercengkrama dengan Abah menjelang tidur. Aktivitas seharian mengurus rumah membuat Emak dihinggapi kelelahan. Di kala lelah, Emak selalu mengingat-ingat masa jayanya dulu. Ketika mereka masih tinggal di Jakarta dan Abah masih menjadi pengusaha sukses.
Pengandaian itu Emak utarakan kepada Abah dalam percakapan di atas keranjang. Seperti biasa, Abah menanggapinya dengan bijaksana. Abah mengingatkan Emak untuk tidak hanya melihat ke atas, tetapi melihat ke bawah untuk mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan hingga saat ini. Emak pun menghela nafas panjang. Inilah kenyataan yang harus dihadapi, ikhlas adalah kunci dari ketabahan dan buah kesabaran.
Untuk mendukung perekonomian keluarga. Emak membuat opak. Euis pun merasa ikut bertanggung jawab. Euis bertugas menjajakan opak. Euis biasa menjajakan opak di terminal. Si penengah, Ara, biasa ikut membantu si kakak menjajakan opak tersebut. Agil, si bungsu pun terkadang juga ikut serta.
Mereka bertiga adalah sebuah tim yang kompak. Ketiganya membantu Emak menjajakan opak untuk membantu perekonomian keluarga. Selain itu, ada satu keinginan yang mereka bangun bersama. Yaitu, membelikan Abah hadiah ulang tahun. Satu keinginan mulia yang sulit mereka gapai.
Suatu ketika, asa besar Euis tanamkan ke dalam keyakinannya. Selain keinginannya pribadi, ia masih menggantungkan keinginan membelikan hadiah ulang tahun untuk Abah. Tak hanya itu, Euis pun ingin membelikan tempat minum plastik untuk Ara. Ara sudah lama menginginkan tempat minum tersebut, biar seperti teman yang lain katanya. Suara emas Euis tak menghantarkannya untuk menggapai semua keinginan tersebut. Ia kalah dalam perlombaan menyanyi karena ada kepentingan pihak lain.
***
Meskipun hidup dalam kesederhanaan bahkan kekurangan. Hal tersebut nampaknya tak jadi masalah untuk keluarga cemara selalu ceria dalam kehangatan keluarga. Senyum, canda dan tawa tak pernah absen dari keseharian mereka. Terlebih di saat keluarga tersebut berkumpul bersama. Kehangatan keluarga sangat terasa, bahkan terasa hingga ke pemirsa. Saya akui, sutradara sangat lihai sekali dalam menyampaikan pesan-pesan positif di dalam setiap scene yang ada.
Konflik sederhana yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari berhasil dikemas dengan ciamik oleh penulis ke dalam cerita. Konfliknya sederhana, namun berhasil membuat kita larut ke dalamnya. Selalu saja "hampir". Kenginan mereka di dalam cerita dikisahkan "hampir" mereka gapai. Hal ini yang selalu membuat gemas! Selalu saja pola yang diterapkan adalah hampir-dapat-lalu-hilang.
Cerita Keluarga Cemara mengingatkan kita akan pentingnya sebuah keluarga. Tempat yang selalu kita rindukan. Tempat di mana kebahagian tercipta dari hal-hal sederhana. Jika memiliki keinginan, maka katakan saja dulu. Setelah itu berdoa dan berusaha. Ungkapkan, maka kita akan tahu ada orang lain yang akan membantu untuk menggapai dan ikut berbahagia ketika mendapatkannya.
Kebahagiaan, sesederhana berkumpul dengan keluarga. Kapan pun dan di mana pun. Lengkap dan hangat.
Salam,
Dimas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H