Meskipun begitu, terkadang matanya berkaca-kaca bahkan meneteskan bulir-bulir air mata ketika ia dalam kesendirian. Ya, Abah tetaplah manusia biasa. Ia juga bisa bersedih, bahkan menangis. Walupun Abah lebih kuat daripada Dilan. Ketabahan Emak, senyum dan keceriaan Euis, Ara dan Agil yang selalu membuat Abah kuat dan tetap berusaha menjadi suami sekaligus ayah yang baik bagi keluarganya.
Matahari telah kembali ke peraduannya, malam pun menjelang. Emak selalu memanfaatkan waktu singkat bercengkrama dengan Abah menjelang tidur. Aktivitas seharian mengurus rumah membuat Emak dihinggapi kelelahan. Di kala lelah, Emak selalu mengingat-ingat masa jayanya dulu. Ketika mereka masih tinggal di Jakarta dan Abah masih menjadi pengusaha sukses.
Pengandaian itu Emak utarakan kepada Abah dalam percakapan di atas keranjang. Seperti biasa, Abah menanggapinya dengan bijaksana. Abah mengingatkan Emak untuk tidak hanya melihat ke atas, tetapi melihat ke bawah untuk mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan hingga saat ini. Emak pun menghela nafas panjang. Inilah kenyataan yang harus dihadapi, ikhlas adalah kunci dari ketabahan dan buah kesabaran.
Untuk mendukung perekonomian keluarga. Emak membuat opak. Euis pun merasa ikut bertanggung jawab. Euis bertugas menjajakan opak. Euis biasa menjajakan opak di terminal. Si penengah, Ara, biasa ikut membantu si kakak menjajakan opak tersebut. Agil, si bungsu pun terkadang juga ikut serta.
Mereka bertiga adalah sebuah tim yang kompak. Ketiganya membantu Emak menjajakan opak untuk membantu perekonomian keluarga. Selain itu, ada satu keinginan yang mereka bangun bersama. Yaitu, membelikan Abah hadiah ulang tahun. Satu keinginan mulia yang sulit mereka gapai.
Suatu ketika, asa besar Euis tanamkan ke dalam keyakinannya. Selain keinginannya pribadi, ia masih menggantungkan keinginan membelikan hadiah ulang tahun untuk Abah. Tak hanya itu, Euis pun ingin membelikan tempat minum plastik untuk Ara. Ara sudah lama menginginkan tempat minum tersebut, biar seperti teman yang lain katanya. Suara emas Euis tak menghantarkannya untuk menggapai semua keinginan tersebut. Ia kalah dalam perlombaan menyanyi karena ada kepentingan pihak lain.
***
Meskipun hidup dalam kesederhanaan bahkan kekurangan. Hal tersebut nampaknya tak jadi masalah untuk keluarga cemara selalu ceria dalam kehangatan keluarga. Senyum, canda dan tawa tak pernah absen dari keseharian mereka. Terlebih di saat keluarga tersebut berkumpul bersama. Kehangatan keluarga sangat terasa, bahkan terasa hingga ke pemirsa. Saya akui, sutradara sangat lihai sekali dalam menyampaikan pesan-pesan positif di dalam setiap scene yang ada.
Konflik sederhana yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari berhasil dikemas dengan ciamik oleh penulis ke dalam cerita. Konfliknya sederhana, namun berhasil membuat kita larut ke dalamnya. Selalu saja "hampir". Kenginan mereka di dalam cerita dikisahkan "hampir" mereka gapai. Hal ini yang selalu membuat gemas! Selalu saja pola yang diterapkan adalah hampir-dapat-lalu-hilang.
Cerita Keluarga Cemara mengingatkan kita akan pentingnya sebuah keluarga. Tempat yang selalu kita rindukan. Tempat di mana kebahagian tercipta dari hal-hal sederhana. Jika memiliki keinginan, maka katakan saja dulu. Setelah itu berdoa dan berusaha. Ungkapkan, maka kita akan tahu ada orang lain yang akan membantu untuk menggapai dan ikut berbahagia ketika mendapatkannya.
Kebahagiaan, sesederhana berkumpul dengan keluarga. Kapan pun dan di mana pun. Lengkap dan hangat.