Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta XIII: Pesta Akulturasi Budaya Cerminan Jogja Tetap Istimewa

16 Februari 2018   18:43 Diperbarui: 16 Februari 2018   18:47 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lontong Cap Go Meh (Wikipedia)

Gong Xi Fa Cai

"selamat dan semoga kaya"

Suatu ucapan berisikan doa di Tahun Baru Imlek 2569. Namun, masih banyak yang salah kaprah dengan ucapan selamat tersebut hingga mengkaitkannya dengan agama tertentu. Seperti dikutip dari kaltim.tribunnews.com, kalimat "Gong Xi Fa Cai" sebenarnya adalah ucapan "selamat dan semoga kaya", begitulah kira-kira artinya.

Memang segala sesuatu yang "dibumbui" dengan isu agama dan politik selalu saja menggelitik. Dinamika kehidupan memang seperti itu adanya. Ditambah di tahun Anjing ini---menurut kalender Cina---bersamaan dengan penyelenggaraan pesta rakyat, pilkada. Walaupun sebenarnya Jogja tak turut serta menghelat pesta rakyat tersebut, entah mengapa Jogja selalu terkena percikan api gesekkan dari sebelah.

Jogja itu.., istimewa. Saking istimewanya, setiap hal yang terjadi di Jogja selalu menjadi sorotan khalayak Nasional, bahkan Internasional. Masih teringat jelas peristiwa yang terjadi di Jogja yang menimpa salah satu gereja di Jogja. Berita pun tersebar dengan cepat seiring dengan pergerakan jempol memijit gawai. Mulai dari fakta hingga hoaks. Sekali lagi, Jogja dicap intoleran.

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Begitulah kiranya peribahasa yang tepat untuk apa yang terjadi kepada Jogja.

Masih berkaitan dengan Tahun Baru Imlek. Setiap menjelang Cap Go Meh---hari perayaan terakhir Tahun Baru Imlek---di Jogja setiap tahunnya dihelat Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta. Tahun ini, Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta akan dihelat untuk yang ke-13 kalinya pada tanggal 24 Februari 2018. Seperti penyelenggaraan sebelumnya, Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) ke-13 akan diselenggarakan di Kampoeng Ketandan.

Selayang pandang Kampoeng Ketandan

Menilik sejenak tentang Kampoeng Ketandan. Kampung yang tak lepas dari sosok seorang Kapiten Tionghoa kelahiran Kedu bernama Tan Jin Sing. Tan Jin Sing menetap di Jogja tahun 1803 -- 1813. Tokoh yang sangat berpengaruh dan dihormati tersebut merupakan keturunan Tionghoa yang diangkat menjadi Bupati Nayoko pada tanggal 18 September 1813oleh Hamengku Buwono III. Pengangkatan tersebut menjadikannya bergelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Secadiningrat.

KRT Secadiningrat yang merupakan salah satu keturunan Tionghoa yang beragama Islam kemudian menikah dengan kerabat Keraton Yogyakarta. Ia menjadi cikal bakal salah satu dari tiga keturunan Tionghoa dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu Trah Secadiningrat, sementara dua keturunan lain adalah Trah Honggodrono dan Trah Kartodirjo.

Sejarah singkat Kampung Ketandan tersebut mencerminkan, bahwa sudah sejak jaman dahulu kala Yogyakarta adalah kerajaan sekaligus kota yang toleran. Sedangkan berita kasus intoleran yang terjadi di Jogja, silakan Anda saring terlbih dahulu. Bahwa, intoleran tidak terjadi disegala penjuru Jogja. Harus benar-benar ditelisik dan ditelusuri, benarkah itu orang Jogja yang melakukan?

Selayang pandang PBTY

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun