Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta bermula dari gagasan seorang dosen Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada pada sekitar pertengahan tahun 2005, bernama Murdiyati Gardjito. Beliau mempunyai gagasan untuk membuat buku resep masakan khas Tionghoa. Gayung bersambut, gagasannya terdengar hingga ke telinga Sri Sultan Hamengkubuwono X yang notabene adalah seorang Raja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gagasan tersebut mengerucut hingga menjadi Pekan Budaya Tionghoa perdana. Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta pertama kali digelar pada tahun 2006. Pada waktu itu hanya menyuguhkan rumah budaya dengan menampilkan berbagai macam suguhan kuliner di rumah tersebut. Hingga kini, Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta meluas pada pertunjukkan budaya nusantara.
Untuk menegaskan inklusivitas Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, maka diangkatlah tema "Harmoni Budaya Nusantara" pada PBTY ke-13 kali ini. PBTY bukan hanya milik para keturunan Tionghoa, melainkan untuk semua masyarakat Indonesia. Tak hanya menampilkan produk budaya Tionghoa dan produk budaya akulturasinya. Ragam budaya nusantara juga akan disuguhkan di PBTY ke-13. Dan sesuai dengan permintaan Gubernur DIY pada PBTY XI yang dikutip dari kompas.com,
"Mengingat banyak peminat kegiatan tahunan ini, akan lebih baik jika waktu pelaksanaan diperpanjang menjadi tujuh hari sehingga setiap peserta bisa tampil maksimal," kata Sri Sultan HB X saat membuka PBTY XI di Yogyakarta, Kamis (18/2/2016).
Maka, sejak tahun 2017 PBTY diselenggarakan selama tujuh hari, begitu pula dengan PBTY ke-13 yang akan datang.
Lalu, apa saja yang dapat dijumpai di PBTY ke-13 yang akan datang?
Kuliner
Ada yang tahu Lontong Cap Go Meh? Sudah pernah makan kuliner akulturasi satu ini? Lontong Cap Go Meh Adalah masakan adaptasi peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa. Hidangan yang terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur, abon sapi, pindang, bubuk koya, sambal dan kerupuk. Makanan yang biasanya disantap oleh keluarga Tionghoa pada saat perayaan Cap Go Meh tersebut dapat dinikmati oleh siapa pun yang ingin mencicipinya.
![Lontong Cap Go Meh (Wikipedia)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/16/408px-lontong-cap-go-meh-2-jpg-5a86c173ab12ae34093f0372.jpg?t=o&v=555)
Lontong Cap Go Meh dipercaya melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumu di Jawa. Dipercaya pula bahwa hidangan tersebut mengandung perlambang keberuntungan. Misal, lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang memiliki tekstur encer. Anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memekan bubur ketika Imlek dan Cap Go Meh karena dianggap ciong atau membawa sial.
Bentuk lontong yang panjang menggambarkan umur yang panjang. Telur melambangkang keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit bewarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.
Tak hanya Lontong Cap Go Meh saja, masih banyak kuliner lainnya, pokoknya maknyus---begitu kata pak Bondan. Jangan khawatir akan kandungan babi di dalam kuliner yang dijajakan di PBTY. Setiap stand kuliner akan diberi tanda khusus yang memberikan informasi kepada konsumen bahwa kuliner tersebut mengandung babi atau halal.