Mohon tunggu...
Dimas Anggoro Saputro
Dimas Anggoro Saputro Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer | Content Creator

"Bisa apa saja", begitu orang berkata tentang saya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berawal dari Gemar Nglathak Hingga Memiliki Warung Nglathak

23 Januari 2017   07:01 Diperbarui: 23 Januari 2017   08:05 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Nglathak. Gerobak sejak menjajakan sate klathak kaki lima. Nge-tag berarti makan dapat diskon. Ngaji 2 juz, gratis. Buka puasa sunah senin & kamis, gratis (sumber: dokumentasi pribadi)

Tetapi kedai kaki limanya tersebut hanya bertahan selama satu tahun saja. Di tengah perkembangan pesat usaha kaki limanya tersebut ditambah dengan telah banyaknya pelanggan sate Nglathak. Memilih menutup usahanya tersebut adalah pilihan konyol yang harus diambilnya. Lokasi yang sudah tidak memungkinkan menjadi faktor utama ia mengambil keputusan berat tersebut.

Kaki Lima Hijrah ke Tengah Kota

Suasana cozy di Warung Nglathak (sumber: dokumentasi pribadi)
Suasana cozy di Warung Nglathak (sumber: dokumentasi pribadi)

Tak mau semakin mengecewakan penikmat sate klathak, pada 03 Desember 2016 Mas To’ kembali membuka usaha sate klathaknya di lokasi yang sekarang. Yaitu di Jalan Gambiran Karangasem Baru, Gang Seruni No.7, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mengingat nama Warung Nglathak telah melekat di hati para pelanggannya, Mas To’ pun melabeli kedai barunya tersebut dengan label yang sama. Konsep kaki lima ia tinggalkan. Hadir dengan konsep baru dengan tampilan lebih menarik, Mas To’ membawa Warung Nglathaknya tersebut menyasar ke kalangan muda dan suka berfoto, khususnya mahasiswa. Mengingat lokasinya yang berada ditengah kota dan berada dilingkungan kampus, Warung Nglathak disulap kekinian dan tentunya instagramable.

Tempat ini pun tak terlihat seperti warung, tetapi identik dengan cafe. Hal tersebut terlihat dari interior dan penataan ruangnya. Kepulan asap akibat dari pembakaran sate pun jauh dari hadapan kita. Tempat tersebut memang sengaja dibuat lebih cozy oleh Mas To’. Terbukti dengan fasilitas yang ia berikan, free wifi dan buku bacaan gratis yang ada didalam totebag yang berada menggantung disamping setiap meja.

Tak cukup sampai di situ saja. Wirausahawan ini memperkaya varian menu di dalam daftar menunya. Ada sate klathak mozarella, perpaduan antara sate klathak original dengan keju mozarella yang gurih. Ada tongseng, daging kambing kuah kecap yang ringan dan segar. Untuk varian yang satu ini adalah favorit saya! Bagi yang tidak suka daging kambing, atau takut darah tinggi. Tenang, kedai ini juga menyediakan menu ayam goreng. Ayam yang digunakan bukan sembarang ayam. Ayam organik menjadi pilihannya. Selain makanan utama, ada juga minuman, makanan pembuka serta makanan penutup. Tentu saja unik dan dengan cita rasa ajiiib punya! Penasaran? Monggo mampir dan selamat mencicipinya.

Ada yang Spesial di Warung Nglathak

Sate Klathak Mozarella, teh biru dan tengkleng (sumber: dokumentasi pribadi)
Sate Klathak Mozarella, teh biru dan tengkleng (sumber: dokumentasi pribadi)
Bunga Telang kontributor teh biru (sumber: dokumentasi pribadi)
Bunga Telang kontributor teh biru (sumber: dokumentasi pribadi)
Tak hanya sate klathaknya saja, tetapi semua menu yang berbahan dasar daging kambing di Warung Nglathak tidak menggunakan daging kambing muda. Duh gimana nasib gigi saya? Pasti alot dan bikin gigi sakit tentunya. Tenang.. Tidak akan menjadi spesial jika Anda mengalami hal tersebut.

Meskipun menggunakan daging kambing betina afkir, alias daging dari kambing yang berusia di atas lima tahun (sudah tidak produktif). Ditangan Mas To’ olahan daging kambing tersebut tidak berbau prengus dan juga alot. Dan benar! Mulai dari sate klathak, gulai, tongseng dan tengkleng, saya tidak menemukan daging kambing yang berbau dan alot, justru daging empuk nan nikmat yang saya temui. Warbiyazak!

Bukan tanpa alasan Mas To’ menggunakan daging kambing betina afkir. Berlatar belakang pendidikan peternakan, pria lulusan IPB tersebut memikirkan kelangsungan populasi hewan tersebut. “Kalau yang hewan betina muda disembelih terus, populasinya akan semakin berkurang”, begitu terangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun