Ketiga, aktifitas beberapa Yayasan, Lembaga Swadaya Masyarakat serta komunitas penulis yang tiba-tiba getol menyerang SKM sejak pertengahan 2017. Mereka kerap mengadakan seminar, forum diskusi atau aksi di jalanan yang demikian gencar, mencoba menciptakan opini negatif terhadap SKM.
Informasi yang diperoleh mensinyalir mereka memiliki hubungan dengan pelaku usaha tertentu. Jika informasi ini benar, maka patut dipertanyakan netralitas dan tujuan dibalik semua ini.
Mengapa SKM yang salah
Boleh jadi jawaban atas pertanyaan kenapa geger SKM baru terjadi beberapa bulan belakangan ada pada data yang diterbitkan oleh Nielsen. Berdasarkan riset Nielsen tahun 2016, peningkatan konsumsi SKM pada tahun 2016 adalah 5,6% dibandingkan pertumbuhan susu bubuk yang minus 0,1%.
Harga SKM yang terjangkau menjadi alternatif bagi orang tua dengan kemampuan ekonomi tertentu untuk memberikan susu bagi keluarganya.
Keberadaan SKM yang terus dihubungkan dengan konsumsi gula penyebab obesitas dan diabetes juga patut dipertanyakan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2015, persentase gula yang disumbangkan konsumsi pangan olahan di mana SKM masuk di dalamnya hanya 15% dari total gula yang dikonsumsi masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 85% diperoleh dari pangan lain.
Artinya, mayoritas sumber gula sesungguhnya bukan berasal dari SKM. Apalagi, di dalam kategori Pangan Olahan saja terdapat banyak produk-produk lain. Singkat kata, terlalu naif jika menuding SKM sebagai sumber utama penyebab obesitas dan diabetes. Terlebih lagi, sampai sekarang belum ada penelitian atau kajian yang dapat membuktikan pengaruh signifikan SKM terhadap tingkat obesitas dan diabetes, khususnya pada anak-anak.
Melihat berbagai fakta di atas, BPOM dan juga kementerian terkait lain termasuk Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak haruslah ekstra hati-hati menyikapi polemik ini. Pemerintah serta para pemangku kepentingan lainnya tidak boleh mudah terprovokasi dan reaktif menanggapi isu-isu di pasar. Apalagi, berbagai tudingan tak didasari kajian dan penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan plus ada indikasi persaingan usaha di belakangnya. Terakhir, persaingan usaha merupakan hal yang wajar, namun, alangkah baiknya dilakukan dengan upaya-upaya yang etis dan bukan dengan melakukan kampanye negatif dibelakang layar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H