Mohon tunggu...
Dimas Andi Shadewo
Dimas Andi Shadewo Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Sastra Indonesia UI. Pendiri, pemilik, pengelola, dan editor http://dimasallstar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

The Death Cure: Puncak Perjuangan Thomas dan Para Manusia Kebal

21 Februari 2016   23:29 Diperbarui: 22 Februari 2016   00:13 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah serangkaian percobaan bertahan hidup di Scorch, Thomas kini berada kembali di WICKED, organisasi yang mendalangi percobaan kepada para Glader. Bersama teman-temannya dan para glader yang lain, ia dipersiapkan untuk berbagai percobaan berikutnya. Hal ini dilakukan karena WICKED menyadari Thomas lebih dari sekadar kebal akan virus Flare. Ia begitu berharga.

Menurut Janson, seorang petinggi WICKED, sebagai bentuk imbalan dari percobaan WICKED adalah para Glader, termasuk Thomas, akan mendapatkan memorinya kembali. Dari situ akan diketahui segala hal terkait masa lalu kehidupan mereka. Namun, Thomas menolaknya. Baginya, mendapatkan memori akan berpengaruh pada rencananya, menghancurkan WICKED dan kroni-kroninya.

Thomas tak sendiri, bersama teman sesama Glader serta manusia kebal seperti Minho dan Newt—yang kemudian diketahui bukan termasuk oran yang kebal akan virus Flare—merencanakan sebuah pemberontakan, kabur lagi dari WICKED. Ia juga dibantu oleh Brenda dan Jorge, temannya sewaktu di Scorch, yang juga kebal dari virus Flare.

Sayang, Terresa yang sejak awal tampak pro dengan WICKED enggan mengikuti Thomas. Malah, Terresa bersama kelompoknya memberontak terlebih dahulu dan kabur dari WICKED. Melihat apa yang dilakukan Terresa, Thomas dkk hanya punya dua pilihan: kabur atau tetap menjadi objek penelitian WICKED. Mereka pun akhirnya pergi ke Denver, kota yang diyakini bebas dari virus Flare.

Newt ditinggalkan di Berg, sejenis pesawat, milik Jorge, sementara teman-temannya masuk ke dalam kota. Tanpa terduga, di Denver Thomas bertemu kembali dengan teman lamanya, Gally. Sulit dipercaya mengingat Thomas melihat Gally mati setelah berusaha membunuh Chuck dan dirinya sendiri. Gally kini menjadi bagian dari kelompok Tangan Kanan, sebuah kelompok yang memiliki rencana khusus untuk menyerang WICKED.

Denver makin hari makin janggal keadaannya. Hal ini memaksa Thomas dkk kembali ke Berg. Namun, di sana mereka tak menemukan Newt. Akhirnya, Thomas dan teman-temannya mendatangi suatu tempat penampungan orang-orang yang terpapar virus Flare. Di tempat itu, mereka menemukan Newt.

Dengan keras kepala, Newt menyuruh Thomas dan teman-temannya agar pergi menjauh darinya. Setelah berkali-kali dipaksa, Thomas akhirnya menuruti perintah sahabatnya. Dengan diiringi rasa sedih, bersama teman-temannya Thomas kembali ke Denver.

Namun, Denver kini sunyi dan lebih tampak seperti kota hantu. Semua orang bersembunyi akibat virus Flare. Setelah bertemu kembali dengan kelompok Tangan Kanan, Thomas akhirnya menyadari segala alasan dibalik banyaknya manusia kebal yang diculik oleh WICKED. Setelah meyakinkan kelompok Tangan Kanan, Thomas diberi kesempatan untuk membantu kelompok tersebut menyerang markas WICKED.

Akankah Thomas mampu menjalankan misi tersebut? Akankah ia mampu menyelamatkan teman-temannya, termasuk Newt? Dan yang paling krusial, mampukah ia menyelamatkan dunia yang semakin hancur akibat dampak ledakan sinar matahari dan virus Flare?

The Death Cure, novel ketiga dari seri The Maze Runner ini benar-benar menunjukkan ketegangan hampir di sepanjang cerita. Thomas selaku tokoh utama lagi-lagi harus berjibaku dengan berbagai konflik dan juga kehilangan sahabatnya.

Seperti biasa, James Dashner, penulis novel ini, kembali mampu membuat cerita yang buat orang-orang terkejut sekaligus bertanya-tanya seperti apa bagian cerita berikutnya. Dan yang terpenting, ia menyampaikan ceritanya dengan bahasa yang ringan, terlepas banyaknya istilah ilmiah dalam novel science fiction ini.

Pembaca pun dapat rehat sejenak dari ketegangannya, sebab James Dashner mengisi tiap bab dengan cerita yang pendek, tidak bertele-tele, dan hanya menghabiskan sekitar 4—6 halaman saja. Dengan gaya becerita seperti itu, wajar apabila karya pria asal Amerika Serikat ini mudah dicerna oleh pembaca, termasuk pembaca usia muda dan awam.

Satu hal yang menjadi kekurangan adalah bagian akhir cerita. Yup, entah mengapa menurut penulis Dashner kerap gagal memenuhi ekspetasi pembaca di bagian ini. Setelah The Scorch Trials berakhir dengan akhir yang menggantung namun tanggung, bisa dilihat sendiri dari filmnya, kali ini penulis menilai akhir cerita The Death Cure tampak sedikit absurd.

Beberapa konflik tak pernah terselesaikan secara tuntas. Ibaratnya, konflik internal selesai, namun eksternal tidak. Namun, penulis menilai memang seperti inilah cerita yang diinginkan oleh James Dashner.

Terlepas dari itu, semangat pemberontakkan Thomas dan teman-temannya yang ditunjukkan dalam cerita tetap menjadi nilai yang paling berharga dari karya James Dashner ini. Tak hanya terdapat pada The Death Cure, melainkan pada keseluruhan Triloginya.

Dan pastinya, publik wajib menantikan Dylen O’Brien dkk mengadaptasikan peran serta cerita novel ini ke layar lebar tahun 2017 mendatang.

Sumber ilustrasi

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun