Mohon tunggu...
Dimas Aditya
Dimas Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

The alchemist of happines

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kecerdasan Imam Al-Ghazali Ditampar oleh Seorang Perampok

16 Desember 2022   17:25 Diperbarui: 16 Desember 2022   17:30 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

REALITAS SOSIAL

Beberapa hal sangat diyakini oleh Masyarakat terkait kebenaran hanya timbul dari beberapa orang saja-seperti latar belakang mereka;Pendidikan, Harta kekayaan, Pekerjaan yang mapan, dan pemimpin teologis.

Padahal kebenaran itu selalu mengalami perubahan yang berjalan bersamaan dengan realitas (Herakleitos). Masyarakat tetap tidak peduli dengan itu, tetap mereka memegang ke-imanan itu dan berakhir menjadi dogmatis, seakan akan apa yang keluar dari mulut itu adalah palu hakim yang dimana sudah tidak bisa dibantah lagi, tanpa melewati perdebatan dan uji dari akal sehat.

Ada salah seorang tokoh sufi yang terkenal sampai sekarang dalam agama Islam, kecerdasan beliau pernah ditampar oleh seorang perampok karena melihat sebuah realitas yang lain.

PUSAT ILMU PENGETAHUAN

Salah satu tokoh sufi yang dimaksud adalah Imam Al-Ghazali, beliau lahir di Khurasan sebelah Timur Persia (Iran) Kelahiran sekitar tahun 1058. Saat kecil beliau bersama adiknya telah dititipkan oleh sahabat ayah-nya yang merupakan seorang Intelektual pada zaman itu. Beliau dan adiknya tumbuh menjadi seorang Intelektual, dan adiknya lebih dulu menjadi seorang Sufi dibanding kakaknya. Sebelum berhasil menjadi seorang Sufi Al-Ghazali telah berjanji kepada adiknya “Saya tidak akan menulis tentang Teologis, sebelum saya menghafal semua buku dari seorang penulis Teologis.” Betapa ambisi-nya Al-Ghazali terhadap ilmu pengetahuan.

Seiring tumbuh dewasa beliau telah berhasil menjadi tokoh Intelektual yang dipandang oleh Negara-nya, pada tahun itu Timur-Tengah terutama kota Khurasan menjadi pusat Ilmu Pengetahuan untuk seluruh dunia-dari perkembangan Filsafat, Ilmu Hukum, Teologis, dan Teknologi, dunia menjuluki tahun itu dengan sebutan “Islamic Golden Age”. Keberhasilan Al-Ghazali menjadi seorang Intelektual didukung oleh Negara-nya, pemimpin saat itu meminta langsung kepada Al-Ghazali untuk menjadi seorang Dosen di salah satu Universitas terbaik kota itu. Beliau menerima untuk mengajar dan mewariskan semua pengetahuanya kepada Masyarakat. Singkat cerita beliau memutuskan untuk berhenti mengajar setalah sekian lama-nya, disebabkan beliau mempunyai perdebatan batin terhadap eksistensi dirinya.

Suatu perjalanan untuk menggapai pertemuan merupakan perjalanan terjal yang ditemani di sisi kiri-kanan oleh jurang tanpa dasar. Tulisan ini juga terjadi seusai melaukan sebuah perjalanan spiritual, yang kemudian menjadi film dan dikenal sebagai The Alchemist of Happiness, oleh produser Ovidio Salazar, suatu film yang menelusuri secara singkat sepak terjang kehidupan dan intelektual Al-Ghazali;

Sejak usia muda hingga menjelang umur 50 tahun, sampai melebihi umur lima puluh tahun, Al-Ghazali dengan berani menerjang ke dalaman samudera. Dia selalu bertolak menuju laut lepas, mengesampingkan seluruh rasa takut dan cemas. Dima menghujam curuk gelap. Al-Ghazali telah menggempur setiap masalah dan telah menerjang setiap palung. Dia telah berupaya menelanjangi nyaris seluruh doktrin derdalam dari setiap keyakinan agama. Semua itu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Antara tradisi yang masuk akal dan bid’ah munkar.

PERJALANAN SPRITIUAL

Setelah selesai mengajar, beliau memutuskan untuk melakukan Perjalanan Spiritual untuk mendamaikan perdebatan yang ada di-dirinya. Saat sampai dikota pertama yang ingin beliau tuju-langsung mendapatkan sebuah musibah. Tak lama ia turun ada seseorang yang datang-ternyata seorang itu adalah perampok.

Imam Al-Ghazali hanya pintar dalam menajamkan pemikiran bukan pisau-beliau mampu membekukan seseorang dengan ucapan bukan dengan urat. Karena tidak punya bekal bela diri dari masa lalu Al-Ghazali memilih untuk menyerah, beliau berkata “ Silahkan ambil semua barang-barangku, kecuali semua buku-ku”. 

Perampok itu tertawa dan menampar Al-Ghazali melewati Metafor yang indah-dia berkata “Dengan mudah-nya saya mengambil semua kecerdasan mu dengan cara seperti ini”. Al-Ghazali terdiam dan membeku, beliau berfikir tentang ucapan si perampok. 

Tak lama ia merelakan semua barang-termasuk bukunya dan ia membenarkan dalam hati tentang semua perkataan si perampok itu. Apa yang telah ia pelajari sejak kecil runtuh seketika dengan seorang perampok. Benar adanya perkataan si perampok, karena harusnya apa yang telah dibaca dan di tulis itu tempatnya bukan lagi di atas kertas-melainkan sudah pindah di otak-jadi kenapa harus peduli jika itu dirampok? karena itu semua sudah pindah di otak-sekalinya pun hilang ataupun dirampok kita bisa menulisnya lagi.

Setelah itu Al-Ghazali memulai apa yang akan beliau tulis dan baca itu akan langsung di-ingat dan diluar kepala.

Perampok itu mempunyai peran untuk menjadikan Al-Ghazali seorang Intelektual lagi-beliau telah luntur karna terlalu lama berbicara-hanyut karna terlalu didengar-namun beliau telah diingatkan lagi oleh seorang perampok-seorang yang jauh lebih rendah dari strata sosial saat itu untuk dirinya. Tapi beliau tidak marah-bahkan menampar-Al-Ghazali cukup cerdas untuk menghanyutkan ego dalam dirinya-rela dibekali ilmu dari seorang perampok. Akhirnya perampok itu banyak meruntuhkan paradigma itu-bahwa kebenaran itu bisa datang dari mana saja-bahkan kebenaran itu buram-bergerak-harus dicari, bukan di-simpan.

Perampok meruntuhkan Dogma.

Perampokan yang terjadi saat itu harus diakui adalah salah satu Tindakan criminal. Tapi selepas dari itu kita harus berlari dan melihat realitas yang lain, perampok itu mempunyai peran untuk meruntuhkan dogmatis yang terjadi sampai sekarang. Perampok membuktikan bahwa kebenaran itu buram dan terus berlari, dan hindari segala sesuatu ilmu yang mempelajari kebenaran mutlak. Karena Ketika ilmu telah berhenti dan terlihat puas, justru disitu bukan lagi sebuah ilmu pengetahuan, melainkan sebuah iman yang tidak bisa di bantah melewati pengetahuan apapun. Perampok itu pun mempunyai peran untuk menyempurnakan Imam Al-Ghazali sebagai sufi.

Sekarang realitas harus berubah, bawha kebenaran tidak bisa ditebak dari mana datangnya. Terima segala sesuatu dengan diskusi dan perdebatan, hindari itu untuk menjadi sebuah iman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun