Imam Al-Ghazali hanya pintar dalam menajamkan pemikiran bukan pisau-beliau mampu membekukan seseorang dengan ucapan bukan dengan urat. Karena tidak punya bekal bela diri dari masa lalu Al-Ghazali memilih untuk menyerah, beliau berkata “ Silahkan ambil semua barang-barangku, kecuali semua buku-ku”.
Perampok itu tertawa dan menampar Al-Ghazali melewati Metafor yang indah-dia berkata “Dengan mudah-nya saya mengambil semua kecerdasan mu dengan cara seperti ini”. Al-Ghazali terdiam dan membeku, beliau berfikir tentang ucapan si perampok.
Tak lama ia merelakan semua barang-termasuk bukunya dan ia membenarkan dalam hati tentang semua perkataan si perampok itu. Apa yang telah ia pelajari sejak kecil runtuh seketika dengan seorang perampok. Benar adanya perkataan si perampok, karena harusnya apa yang telah dibaca dan di tulis itu tempatnya bukan lagi di atas kertas-melainkan sudah pindah di otak-jadi kenapa harus peduli jika itu dirampok? karena itu semua sudah pindah di otak-sekalinya pun hilang ataupun dirampok kita bisa menulisnya lagi.
Setelah itu Al-Ghazali memulai apa yang akan beliau tulis dan baca itu akan langsung di-ingat dan diluar kepala.
Perampok itu mempunyai peran untuk menjadikan Al-Ghazali seorang Intelektual lagi-beliau telah luntur karna terlalu lama berbicara-hanyut karna terlalu didengar-namun beliau telah diingatkan lagi oleh seorang perampok-seorang yang jauh lebih rendah dari strata sosial saat itu untuk dirinya. Tapi beliau tidak marah-bahkan menampar-Al-Ghazali cukup cerdas untuk menghanyutkan ego dalam dirinya-rela dibekali ilmu dari seorang perampok. Akhirnya perampok itu banyak meruntuhkan paradigma itu-bahwa kebenaran itu bisa datang dari mana saja-bahkan kebenaran itu buram-bergerak-harus dicari, bukan di-simpan.
Perampok meruntuhkan Dogma.
Perampokan yang terjadi saat itu harus diakui adalah salah satu Tindakan criminal. Tapi selepas dari itu kita harus berlari dan melihat realitas yang lain, perampok itu mempunyai peran untuk meruntuhkan dogmatis yang terjadi sampai sekarang. Perampok membuktikan bahwa kebenaran itu buram dan terus berlari, dan hindari segala sesuatu ilmu yang mempelajari kebenaran mutlak. Karena Ketika ilmu telah berhenti dan terlihat puas, justru disitu bukan lagi sebuah ilmu pengetahuan, melainkan sebuah iman yang tidak bisa di bantah melewati pengetahuan apapun. Perampok itu pun mempunyai peran untuk menyempurnakan Imam Al-Ghazali sebagai sufi.
Sekarang realitas harus berubah, bawha kebenaran tidak bisa ditebak dari mana datangnya. Terima segala sesuatu dengan diskusi dan perdebatan, hindari itu untuk menjadi sebuah iman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H