Mohon tunggu...
Dimas Bagus Aditya
Dimas Bagus Aditya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mengkritiklah sebelum mengkritik itu dilarang!

Alumnus SMA Negeri Jogoroto, Jombang. Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandangan Anthony Reid Mengenai Asia Tenggara

9 Oktober 2020   10:34 Diperbarui: 9 Oktober 2020   10:50 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Hasil hutan yang ada di daerah ini menjadi sekarang menjadi lahan industri serta peningkatan penduduk yang berlipat dua puluh kali belum mampu mengubah hutan tropis ini. Akan tetapi, pemanfaatan yang tak berhenti itu menyebabkan keluarnya binatang-binatang yang kehilangan tempat tinggal dari hutan sehingga mengancam keselamatan warga.

Keragaman bahasa, kebudayaan dan agama begitu membaur di Asia Tenggara. Kenyataan ini ditambah dengan keterbukaan historis pada perniagaan samudera dengan dunia luar. Sehingga tak mengherankan jikalau penduduk di Asia Tenggara memiliki bahasa dari leluhur yang sama yakni dari bahasa proto-Austronesia sekitar lima ribu tahun yang lalu. Walaupun demikian, masih ada yang menunjukkan kesamaan sifat dari Asia Tenggara. Anthony Reid menuliskan adanya penyesuaian dengan lingkungan fisik yang seragam, serta hubungan perdagangan yang tinggi di kawasan Maphilindo ini.


BAB II
Kondisi Kesejahteraan Fisik Masyarakat Asia Tenggara


Anthony Reid menjelaskan dengan gamblang bahwa Jawa, Siam, Birma dan Vietnam, ketiga-tiganya memiliki tradisi yang bisa dikatakan sama yakni tradisi penghitungan jumlah anggota rumah tangga dalam konsentris kerajaan untuk keperluan pendataan perpajakan dan pengerahan tenaga kerja (rodi, romusha) sehingga dapat dihitung tiap tahun. Sayangnya, penghitungan ini tidak sampai ketangan para peneliti, bahkan sangat sedikit yang sampai ke peneliti/sarjana modern sekaliber lulusan mancanegara yang tersohor. 

Meskipun itu, diawal abad 18 hingga awal abad 19, terjadi penurunan penduduk yang begitu tajam di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya peperangan perebutan tahta kerajaan yang diadu domba oleh Belanda sebelum adanya Perjanjian Giyanti tahun 1755. 

Namun keadaan ini berbalik ketika memasuki abad ke-19 atau ke-20, karena berdirinya pemerintahan kolonial yang semakin berbenah maka pertumbuhan penduduk begitu terasa pesat. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan adanya kesehatan yang membaik karena berkat obat kesehatan modern Eropa yang menjamur Asia Tenggara ketika itu.

Beras merupakan bahan makanan dan hasil bumi paling mencolok di Asia Tenggara. Bahan-bahan utama lainnya seperti talas, ubi, sagu, dan sejenis gandum telah ada sebelum padi. Tetapi setelah kedatangan bangsa Barat, padi menjadi tanaman sekaligus makanan yang paling diminati di Asia Tenggara. Pada abad ke-16, cara menanam padi berpindah-pindah pada lereng yang rendah, kemudian menyebar benih ditanah yang genang, dan menanamnya lagi disawah.  Peralatan pertanian yang digunakan pada masa itu terbilang sangat sederhana.


BAB III
Kebudayaan Material

Penduduk Asia Tenggara tidak menggunakan kekayaan serta waktu mereka untuk membuat rumah. Sehingga tak begitu mengherankan jikalau mereka membuat rumah dari bahan bangunan yang mudah diperoleh dan digunakan. Hal ini berimbas kepada bahan bangunan yang mudah lapuk dimakan usia. 

Ciri yang khas rumah yang ada diwilayah Asia Tenggara yakni atap curam yang sengaja dibuat untuk menahan hujan lebat, pengangkatan rumah diatas tiang kayu diperlukan pertama sebagai perlindungan terhadap bahaya banjir yang sewaktu-waktu menghantam. Yang unik lagi ialah, adanya tangga untuk menaiki rumah.

Perabotan rumah tangga sama sederhananya dengan bangunan rumah itu sendiri. Karena orang-orang makan dilantai (tanah), maka kursi dan meja tidak dikenal. Mereka baru mengenal barang-barang itu setelah kedatangan kalangan elite China dan Eropa. Mengutip dari Anthony Reid yang ia mengutipnya dari Chou Ta-kuan (1297:31) mencatat bahwa meja rendah baru sja di perkenalkan di Kamboja, dan orang Belanda disambut oleh beberapa kursi di Maluku pada tahun 1599 (Tweese Boeck 1601: 61). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun