Mohon tunggu...
dimas laksmana
dimas laksmana Mohon Tunggu... -

seorang filsuf yg menikmati hidup

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan malu jadi bangsa Indonesia!

16 Januari 2011   17:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:30 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

karena kata E.S Ito, "Sejarah memang membosankan. Tetapi apalagi yang bisa kita lakukan. Sebab untuk bisa melaju ke depan, kita membutuhkan bahan bakar dari masa silam".

Sejarah bangsa Indonesia dibangun dari berbagai suku, etnik dan bangsa yang saling memahami untuk bersatu padu dalam bentuk Republik Kesatuan.

Kita mempunyai keunikan karena perbedaan yang kita punya justru menyatukan kita. Saya membayangkan betapa gotong-royongnya setiap daerah menyumbang tenaga dan harta demi berdirinya Republik tercinta.

Orang Aceh rela memberikan simpanan emas mereka untuk dibelikan pesawat terbang pertama kita yang dinamakan "seulawah", yang kebetulan artinya adalah gunung emas. Seperti tumpukan emas yang mereka sumbangkan.

Raja Yogyakarta yang berhati mulia dan berpandangan luas mau menyumbangkan simpanan istana yogya bernilai 6 juta Gulden untuk dana awal APBN kita.

Orang Bukittinggi menyumbangkan putra terbaik mereka untuk menjadi Founding Father kita.

Dan tidak bermaksud mengecilkan jasa dan sumbangan daerah lain Republik ini memang berdiri atas darah dan air keringat bangsanya. Tak terhitung nyawa dan harta yang tersita. Para pendahulu kita tak perduli.

Republik adalah harga mati keringat dan darah kita.

Itu sesuatu yang tidak dipunyai tetangga melayu kita sobat. Malaysia, Singapur, Brunei, Thailand dan Philipina tidak pernah merasakan perjuangan melepaskan diri dari kolonialisme yang berabad-abad seperti kita.

Saya ingat nenek saya pernah bercerita bagaimana Tentara Jepang waktu itu pernah beberapa kali menampar kakek saya karena tidak mau menyuruh murid sekolahnya menunduk setiap matahari terbit.

Saya juga pernah mendengar dari cerita para veteran kita bagaimana mereka harus kehilangan teman, saudara, keluarga atau kekasih karena serangan Agresi Militer Belanda tahun 1945-1949.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun