Dalam batas-batas tertentu, seorang individu mungkin memiliki pemahaman baru terhadap agama yang dianutnya meskipun itu tetap dalam suatu nilai budayanya. Pola ini ditemukan di semua budaya di seluruh dunia. Agama, sebagai apresiasi atas kehadiran transendental, menyatu dengan budaya tertentu dan memengaruhi perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam pengertian ini, dapat dikatakan bahwa agama merupakan unsur universal kehidupan manusia. Dari sana, perlu disaring apa yang ingin kita katakan tentang agama. Faktor kunci di sini adalah ikatan yang kuat antara orang-orang dalam suatu komunitas berdasarkan ajaran tertentu. Ini menjelaskan asal mula semua pertanyaan tentang kehidupan, mengenai apa yang baik dan ke mana semua itu mengarah.
Apakah Mungkin Agama dan Teknologi Berjalan Bersama?
Di era globalisasi ini, agama masih memiliki peranan besar di dalam peradaban manusia. Ini terjadi, setelah di era sebelumnya, agama disingkirkan dari peradaban manusia karena dianggap memperbodoh dan mempermiskin manusia. Kembalinya agama-agama di panggung politik dunia merupakan sebuah tanda bahwa akal budi dan peradaban modern tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia .Â
Segala macam kritik dan pemikiran yang terus menggempur dan mengkritisi agama, tak membuat agama (termasuk  nilai-nilai religius yang terkandung di dalamnya) dapat disingkirkan begitu saja dari kehidupan dan dinamika manusia. Hal ini terjadi karena sedari awal, agama telah mewarnai dinamika dan peradaban manusia sehingga agama tidak dapat dipisahkan begitu saja dari unsur kehidupan manusia.Â
Sifat dasar manusia sebagai makhluk religius, yang selalu mengarahkan dirinya pada sesuatu yang lebih tinggi darinya, membuat manusia tak bisa melepaskan kebutuhan rohaninya akan sesuatu yang transenden. Apabila orang mengaku sebagai seorang ateis, itu hanyalah wujud kekecewaan dirinya terhadap suatu agama tertentu dan bukan berarti ia benar-benar menolak kehadiran Tuhan. Ia hanya memberikan ruang privat religiositasnya pada praktik religius lainnya seperti yoga atau meditasi.
Secara garis besar, globalisasi menyediakan dua kemungkinan bagi agama. Yang pertama adalah peluang untuk berkembang secara global, terutama dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi yang ada . Agama-agama bisa memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi yang ada untuk memberikan pengajaran moral dan spiritual, melalui platform media sosial dsb.Â
Selain memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi untuk memberikan pengajaran moral dan spiritual, agama-agama dapat menggunakan perkembangan teknologi dan informasi sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai luhur mereka bagi seluruh manusia, sehingga hal ini dapat menjadi pendorong bagi masing-masing agama untuk saling berdialog dan membuka diri. Kerja sama tersebut tidak hanya membuka wawasan masing-masing agama sehingga semakin terbuka dan bijak tetapi sekaligus menjadi tantangan untuk bisa menjawab problematik kehidupan manusia .
Bagiamana Agama Memandang dan Menyikapi Realitas Dunia.
Di era globalisasi yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian ini, kedudukan dan peran agama kembali ditekankan guna memandang dan menyikapi realitas kompleks kehidupan manusia. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengembalikan peran agama ke kedudukannya yang mendasar, yakni sebagai pengikat semua makhluk di dalam tata moral yang terbuka, penuh dengan kedamaian, dan berlandaskan kasih. Karena hidup manusia semakin kompleks, dengan kemajemukan dan pluralitas budaya serta agama, setiap agama perlu kembali mengingat nilai dasarnya yang lain, yakni toleransi. Dalam arti ini, toleransi adalah sebuah nilai global yang terdiri dari tiga unsur dasar yakni empati, saling menghargai, dan mengakui keautentikan masing-masing .
Selain hal tersebut, agama perlu merumuskan atau menata ulang bahasa-bahasa mereka di dalam ruang publik. Di dalam ruang privat, yakni orang-orang yang seagama, agama bisa tetap menggunakan bahasa khas mereka. Namun, di dalam ruang publik, yakni ruang hidup bersama yang berciri pluralitas dan kemajemukan, agama harus menggunakan bahasa universal yang dapat diterima dan dipahami semua pihak terutama oleh mereka yang berbeda agama .
Referensi bacaan dan sumber