Mohon tunggu...
Yuwono Dimas Prasmiwardana
Yuwono Dimas Prasmiwardana Mohon Tunggu... Auditor - Praktisi Kehidupan

Kelas pekerja di bidang keuangan yang memiliki hobi rebahan sambil menonton film

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Berlari, Bersepeda, dan Aplikasi Penunjang Olahraga

3 Juli 2021   19:41 Diperbarui: 3 Juli 2021   19:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak perlu menunggu hingga akhir tulisan ini untuk menyatakan kesimpulan dari tulisan saya, yaitu: saya suka olahraga ini.

Saya terhitung masih pemula dalam olahraga bersepeda, baru sekitar satu minggu saya menggunakan sepeda. Sepedanya juga hasil kebaikan dari teman yang sedang hamil dan libur menggunakan sepedanya sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Olahraga yang saya geluti sebelumnya berkaitan erat dengan latar belakang kenapa saya pada akhirnya memilih bersepeda. Olahraga yang sering saya lakukan sebelumnya yaitu berlari. Namun hanya lari casual yang hanya bermodal jersey, sepatu dan beres, saya tinggal berlari tanpa menggunakan aplikasi apapun yang biasa digunakan orang ketika berolahraga.

Bahkan jika saya tidak mengikuti event lari yang diadakan oleh kantor saya, sampai sekarang saya tidak pernah menginstal aplikasi Strava di ponsel saya.

Dulu saya memang kurang tertarik menggunakan aplikasi untuk mengetahui seberapa jauh saya telah berlari. Patokan saya sederhana saja, kalau saya sudah capek ya sudah berhenti. Jika masih jauh dari tempat tujuan, sisanya saya lanjutkan dengan berjalan kaki.

Ternyata setelah saya menginstal aplikasi Strava demi keperluan juri untuk mencatat jarak dan pace dalam event lari yang saya ikuti, muncul perasaan semacam adiksi untuk terus berolahraga. Melihat pencapaian yang saya dapatkan, saya jadi termotivasi untuk meningkatkan jarak dan pace lari atau kecepatan saya ketika bersepeda.

Seperti hari ini, saya berhasil mencapai jarak 24,2 km dengan waktu tempuh 1 jam 26 menit. Bagi banyak orang mungkin jarak ini masih terlalu dekat dan kecepatannya masih terlalu rendah tapi bagi saya ini merupakan pencapaian yang harus dirayakan dengan semangkuk bubur ayam “Bang Jack”.

Beberapa saat setelah saya mem-posting pencapaian saya di status WhatsApp, teman saya memberi komentar dengan mengajak saya untuk bersepeda dengannya. Dia memamerkan pencapaiannya yaitu bersepeda sejauh 76 km dengan waktu tempuh di bawah 3 jam. Untung bubur saya sudah habis, kalau belum, pasti jadi bersisa karena saya tidak nafsu makan setelah orang lain mengganggu pencapaian saya.

Saya mengatakan ke teman saya bahwa saya masih butuh waktu untuk membiasakan diri dengan sepeda karena ini olahraga yang baru bagi saya. Saya bahkan tidak menggunakan celana khusus yang ber-padding dan helm khusus untuk bersepeda. Jersey yang saya gunakan untuk bersepeda ya jersey lari karena saya hanya memiliki itu dan saya hanya memakai topi untuk melindungi saya dari silaunya sinar matahari pagi.

Saya merasakan perbedaan yang cukup signifikan antara berlari dan bersepeda. Salah satu yang paling terasa adalah jangkauan jarak yang lebih jauh ketika saya bersepeda dibanding ketika saya berlari.

Jika dulu ketika saya masih berlari, saya sudah kelelahan begitu menempuh jarak di atas 5 km. Dengan sepeda, saya malah baru merasa “panas” ketika jarak yang ditempuh sudah di atas 10 km. Mungkin kaki saya ini berjenis diesel karena lama “panasnya”.

Dengan jangkauan yang lebih jauh otomatis pemandangan yang saya temui juga bisa berganti dengan cepat. Mungkin ini juga yang menjadi alasan orang lain ketika memutuskan untuk bersepeda karena selain menyehatkan, kita bisa melihat pemandangan dan merasakan terpaan angin di pagi hari yang masih bersih dari polusi. Selain itu saya sekaligus melakukan semi meditasi untuk menjernihkan pikiran.

Sama halnya seperti berlari, saya memilih untuk menjadi pesepeda yang casual alias biasa saja karena saya paham bahwa menyeburkan diri ke dalam hobi itu memiliki konsekuensi yang luar biasa dari segi keuangan.

Bayangkan saja ketika seseorang serius menggeluti dunia sepeda, dia akan membeli atau mungkin membangun sepeda yang benar-benar sesuai dengan karakternya. Mulai dari rangka, roda, gear, hingga rem semua harus dicari yang paling nyaman dan sempurna.

Belum lagi OOTD (Outfit of the Day) yang digunakan seperti jersey, botol minum, helm, kaca mata, sepatu, lampu, dan masih banyak printilan lainnya dengan kualitas nomor wahid yang kalau dijumlahkan semuanya bisa setara dengan harga sebidang tanah.

Sementara saya untuk saat ini sudah merasa cukup dengan membeli cover sadel dan mungkin nanti akan membeli celana yang ber-padding agar tulang panggul tidak sakit ketika menggowes dalam waktu yang cukup lama.

Untuk gear yang kadang selip dan rem yang ajrut-ajrutan menurut saya semuanya masih bisa ditoleransi. Lagipula mau sengebut apa sih saya di jalan raya perkotaan? Kecepatan 20km/j saja sudah kencang sekali rasanya.

Berlari dan bersepeda tidak menjanjikan bahwa anda akan kurus, mendapat body goal atau populer di lingkungan anda. Hanya satu hal yang dijanjikan oleh keduanya, yaitu: kesehatan. Itu pun dengan catatan semuanya dilakukan dalam batas wajar dan tidak berbahaya.

Toh mau apapun olahraganya, yang terpenting adalah posting-nya, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun