Dengan jangkauan yang lebih jauh otomatis pemandangan yang saya temui juga bisa berganti dengan cepat. Mungkin ini juga yang menjadi alasan orang lain ketika memutuskan untuk bersepeda karena selain menyehatkan, kita bisa melihat pemandangan dan merasakan terpaan angin di pagi hari yang masih bersih dari polusi. Selain itu saya sekaligus melakukan semi meditasi untuk menjernihkan pikiran.
Sama halnya seperti berlari, saya memilih untuk menjadi pesepeda yang casual alias biasa saja karena saya paham bahwa menyeburkan diri ke dalam hobi itu memiliki konsekuensi yang luar biasa dari segi keuangan.
Bayangkan saja ketika seseorang serius menggeluti dunia sepeda, dia akan membeli atau mungkin membangun sepeda yang benar-benar sesuai dengan karakternya. Mulai dari rangka, roda, gear, hingga rem semua harus dicari yang paling nyaman dan sempurna.
Belum lagi OOTD (Outfit of the Day) yang digunakan seperti jersey, botol minum, helm, kaca mata, sepatu, lampu, dan masih banyak printilan lainnya dengan kualitas nomor wahid yang kalau dijumlahkan semuanya bisa setara dengan harga sebidang tanah.
Sementara saya untuk saat ini sudah merasa cukup dengan membeli cover sadel dan mungkin nanti akan membeli celana yang ber-padding agar tulang panggul tidak sakit ketika menggowes dalam waktu yang cukup lama.
Untuk gear yang kadang selip dan rem yang ajrut-ajrutan menurut saya semuanya masih bisa ditoleransi. Lagipula mau sengebut apa sih saya di jalan raya perkotaan? Kecepatan 20km/j saja sudah kencang sekali rasanya.
Berlari dan bersepeda tidak menjanjikan bahwa anda akan kurus, mendapat body goal atau populer di lingkungan anda. Hanya satu hal yang dijanjikan oleh keduanya, yaitu: kesehatan. Itu pun dengan catatan semuanya dilakukan dalam batas wajar dan tidak berbahaya.
Toh mau apapun olahraganya, yang terpenting adalah posting-nya, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H