Semua ruang kreasi penuh sesak dengan topik budaya luar negeri. Supaya dikira anak gahol, barangkali. Alhasil, banyak generasi kita yang pandangannya terpusat pada globalisasi. Dunia luar dianggapnya sebagai sesuatu yang "seksi" dan menarik untuk diketahui.
Tidak heran jika banyak generasi muda yang lebih memilih belajar Bahasa Korea daripada Bahasa Jawa. Lebih banyak generasi muda yang lebih tertarik belajar huruf hangeul alih-alih aksara Jawa. Lokalitas kian terdesak dan tidak memiliki tempat dalam ruang kreasi generasi muda.
Padahal, Indonesia yang sering mendapat julukan negera +62 oleh bangsanya sendiri ini punya kebudayaan yang sangat kaya. Apabila kita mau mengeksplorasi secara mendalam semua kebudayaan itu, tentu perlu waktu seumur hidup untuk mempelajarinya---saking banyaknya.
Maka sudah seharusnya kita mempelajari khasanah budaya sendiri, salah satunya yaitu mempelajari manuskrip atau naskah jawa. Bagaimana perasaan kamu ketika aku menyebutkan kata manuskrip? Ngeri? Alergi? Atau malah tertarik?
Aku sendiri baru mulai mengenal apa itu manuskrip atau naskah jawa dari salah satu mata kuliah yang aku pelajari di kampus; Filologi. Dari situ, aku mulai mengetahui apa itu naskah kuno, seberapa penting peranannya dan seberapa wajib kita harus mempelajarinya.
Naskah kuno, salah satu jenisnya adalah naskah Jawa yang merupakan suatu naskah yang ditulis oleh nenek moyang kita zaman dahulu di tanah Jawa.
Konon, naskah Jawa mulai ditulis pada abad ke-9. Isi naskah tersebut meliputi perasaan serta pengalaman mengenai kejadian-kejadian masa lampau yang kurang lebih dapat memberikan suatu gambaran untuk kita mengenai keadaan pada zaman tertentu. Namun, sayangnya jumlah naskah Jawa yang ada di Indonesia saat ini tidak banyak jumlahnya.
Kenapa tidak terbesit dalam pikiran para kreator muda untuk mengupas serta mengulik naskah Jawa sebagai warisan budaya nenek moyang kita?
FYI, saat ini banyak naskah kuno yang berasal dari Negara kita justru dirawat di Negara lain seperti Belanda, Inggris dan lain-lain. Kita tidak punya cukup perhatian terhadap budaya dan kekayaan bangsa kita sendiri sehingga bangsa lain berdiri di barisan terdepan dan menawarkan diri untuk merawat peninggalan nenek moyang kita. Miris, bukan?
Kalian tidak harus terjun langsung unntuk merawat sendiri manuskrip Jawa karena tidak semua orang bisa melakukannya. Pihak yang berhak unntuk merawat serta melestarikan naskah Jawa adalah orang-orang yang bekerja di bidang sejarah seperti filolog, misalnya.
Namun, yang bertugas untuk mempelajari naskah Jawa tidak terbatas pada profesi tertentu saja. Semua orang, khususnya masyarakat Jawa sangat berhak untuk mempelajarinya. Naskah kuno tersebut tersebar di beberapa museum, kraton, dan perpustakaan baik di dalam negeri maupun luar negeri.