2. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana atau disebut prevention without punishment;
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media atau influencing views of society on crime and punishment / mass media.
Secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dengan sarana-sarana non-penal). Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani faktor-faktor kondusif yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan dalam korupsi, yakni berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan korupsi. Dengan ini, upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang digunakan oleh Barda Nawawi Arief 'memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal'. Upaya yang kedua adalah upaya penal dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi. Sarana penal memiliki 'keterbatasan' dan mengandung beberapa 'kelemahan' (sisi negatif ) sehingga fungsinya seharusnya hanya digunakan secara 'subsidair'.
langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi menurut Caiden (dalam Soerjono, 1980) sebagai berikut :
1. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
2. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
3. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih.Â
Organisasi yang sama serta birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi.Â
Korupsi juga perlu ditinjau dari segi induktifnya, bukan hanya dari segi deduktif saja, yakni dengan mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), dan harus dilihat penyebab timbulnya korupsi. Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Timbulnya kesadaran rakyat untuk ikut bertanggungjawab untuk melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
2. dengan mengutamakan kepentingan nasional makan akan tertanamnya aspirasi Nasional yang positif