Hujan telah berhenti detik ini
Awan merajuk, naik ke atas rimba
Sepoi angin kembali membelai-belai
Ombakpun menerjang, beradu dengan angin, menghasilkan dentuman
Kumaknai ke’aku’anku sebagai pesan
Atas tulisan-tulisan yang kau isyaratkan
Kuberi arti kerinduanku sebagai peringatan
Atas besarnya tekadmu tentang pertemuan
Wahai lelaki yang bersemayam dalam mimpi
Lepaskanlah lelahmu, seka peluhmu
Sejenak engkau perlu menerima yang telah berakhir
Wahai lelaki yang menghantui
Menyerahlah atas kehendakmu
Kau perlu berhenti, bukan jeda, tapi benar-benar berhenti
Mintalah padaNya
Agar segala rasa yang kau pendam hilang seketika
Mintalah padaNya
Sebuah kebahagiaan hakiki tanpa aku memilikiku sebagai wanita
Kerinduanku padamu adalah peringatan
Kecintaanku padamu adalah penderitaan
Keinginanku padamu adalah pengkhianatan
Ketulusanku padamu adalah perpisahan
Kau datang menjanjikan bahagia
Kau datang membuktikan kesetiaan
Menolakmu adalah dusta
Menerimamu sama dengan kehilangan
Naifnya aku jika berbahagia diatas penderitaannya
Naifnya aku jika tertawa diatas tangisannya
Mintalah padaNya
Agar kau bahagia bersama lainnya
Jika rindu padamu,
Ku ingat dia juga merindukanku
Jika cinta padamu,
Ku tahu cintanya hanya untukku
Jika aku menginginkanmu,
Ku sadar dia hanya membutuhkanku
Jika aku tulus padamu,
Ku paham ketulusannya ditujukan padaku
Kerinduanku mengingatkanmu untuk berhenti
Kecintaanku hanya menyisakan sakit hati
Keinginanku tak lain hanya mengkhianati
Ketulusanku mengharuskanmu untuk memisahkan diri
Jika kelak kau hampir gila karena aku
Kau harus ingat aku mencintaimu, merindukanmu, menginginkamu
Jika kelak kau bersedih karena aku
Kau harus ingat hanya kau yang ada di hatiku
Namun jangan Tanya lagi
Mintalah padaNya
Agar cintamu padaku hilang seketika
Aku hanya akan terus mencintainya, menjaganya, setia adanya
Meski aku mencintaimu
Pun hanya dia yang ada di depanku
Rela aku tertahan
Dan kau cepat-cepatlah relakan.
Tuban, 21 September 2016
Untuk kamu, dan dia (keluargaku)