Dia menghela napas panjang setelah berapi-api mengeluarkan kemarahannya. Tapi dia hendak memarahi siapa? Aku?
“Tenanglah, mungkin perusahaan-perusahaan itu memang butuh karyawan bagian depan yang membutuhkan kesempurnaan fisik.”
“Apa? Kesempurnaan fisik? Memangnya mereka Tuhan yang menciptakan kesempurnaan fisik? Tidak! Perusahaan mereka tetap akan berjalan meskipun pegawainya gendut semua atau kurus semua. Yang dinilai adalah kinerja, bukan tampilan! Baiklah kalau informasi ini tak bisa menggerakkan hatimu. Akan kuberikan yang lebih besar lagi. Orang normal yang fisiknya tidak sempurna mungkin bisa mencari pekerjaan lain. Tapi bagaimana dengan orang berkebutuhan khusus yang hak-haknya nyaris tak dipenuhi? Kau masih mau menyanggah?”
Kini matanya berubah jadi merah, senada dengan wajahnya yang membara. Aku sendiri berusaha mengatur napasku yang mulai naik-turun karena emosi.
“Hak-hak mereka sudah mulai dipenuhi. Kini mereka bisa meneruskan pendidikan di jenjang perguruan tinggi, bahkan Universitas Negeri. Aku dan lembaga pendidikan itu sudah mengakomodirnya. Tenanglah….”
Dia menggeleng sambil tersenyum mengejek. Menambah kesal orang yang melihatnya.
“Ya itu juga benar. Tapi kau harus memecahkan satu permasalahan besar mereka setelah lulus dari sana. Siapa yang akan memperkerjakan mereka? Siapa yang akan menafkahi mereka kalau kau hanya duduk di balik mejamu dan melihat mereka sebagai pengangguran. Dimana otakmu? Dimana?”
Aku memejamkan mata. Mungkin kali ini sudah cukup, akan kuteruskan berbicara dengannya esok. Setumpuk kertas di mejaku saja sudah membuat pusing, apalagi kedatangannya seperti ini.
“Ya sudah, akan aku tampung keluhanmu dan menanganinya esok. Hari sudah sore, kau dan aku harus pulang dan istirahat.”
Semoga dia menurut dan aku tak perlu memanggil satpam untuk mengusirnya seperti yang sudah-sudah.
“Pulang? Istirahat? Kau sama sekali tak tergerak dengan informasiku? Ya Tuhan aku harus bagaimana lagi? Kau benar-benar tak punya hati. Atau jangan-jangan kursi yang kau duduki sekarang adalah hasil negosiasi? Hasil membeli dari seorang calo seperti yang marak sekarang? Iya kan?”