Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak-anak yang Kehilangan Tempat Bermain, Nasib Warga Biasa di Jakarta

30 Agustus 2021   19:12 Diperbarui: 30 Agustus 2021   19:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi dila ayu arioksa

Jalan Gang Pintu Air ini sering juga disebut jalan Gapura, oleh warga. Jalan yang disamping nya terdapat batang aia yang ditumbuhi bambu  rimbun, sepintas seperti suasana di belakang rumahku di kampung. Maklum saya lebih terbiasa menyebutnya batang aia, daripada kali.

Warga disekitaran Gang Pintu Air tiap hari duduk di tepian batang aia,  sembari menghabiskan waktu bercerita sambil minum kopi dan gorengan di pagi dan senja hari. Raut wajah ramah selalu tergambarkan dari wajah mereka. 

"Berangkat kerja Neng" begitulah sapaan mereka yang menjadi semangat disetiap  pagi. Dan malamnya  saya bertemu dengan anak muda, yang merokok, bersenda gurau hingga dini hari di tepian batang aia.

Sejauh ini warga disekitaran tempat tinggal saya  ini rukun. Dalam kegiatan bergotong royong dan pengajian sekali seminggu yang bergelirian selalu ramai. Oh ya mereka adalah orang-orang yang kuat yang bisa bertahan di rumah kontrakan yang kecil dan tak beraturan. Tak ada halaman dan lapangan. Semuanya berkumpul di tengah jalan kecil. Pintu rumah mereka saling berhadapan,  kadang tanpa kamar dan dapur, semunya bersatu dalam ruangan petak ukuran kecil.

Jujur saya selalu mengehela napas, melihat  kesanggupan mereka untuk bertahan. Saya juga cukup prihatin melihat anak-anak disini, mereka banyak sekali, tapi malang tak ada tempat buat bermain, hingga salah satu bapak-bapak disamping kos saya, berinisiatif merenovasi bak sampah menjadi kolam mandi.

Dua hari proses perbaikan, kolam mandi kecil itu jadi menarik apalagi di cat warna biru langit oleh si bapak. Sebenarnya kolam itu untuk cucunya yang selalu menangis setiap keringatan karena kepanasan. Namun akhirnya menjadi kolam mandi anak-anak satu gang.

Suara mereka heboh untuk mau mencemburkan diri dalam kolam mandi kecil tersebut. Para orangtua pun kadang ikut menonton anak-anak mereka yang sedang mencemplungkan diri dalam kolam mandi.  

Sekalian mengundang para pedangang kecil-kecilan meraup rejeki di tengah keramaian berharap ada yang membeli, berupa tahu bulat, cilor  cilok dan jajanan lainnya. Bagi anak usia balita itu sudah hal yang menyenangkan di masa tumbuhnya.

Sedangkan anak-anak yang mulai beranjak remaja,  mereka mencari tempat luas dengan membawa satu bola kaki. Mereka berjalan bergerombolan pagi ini menuju lapangan mesjid. Senang melihat mereka tanpa menakur terus menatap layar datar, dan merengek ke orang tua saat paket internet habis.

Saya yang berbarengan berjalan pagi sama mereka pun langsung memanggil dan mengajak photo bersama. "Dek, photo bersama yuk" seru ku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun