Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lubang Mbah Suro dan Mirisnya Orang Rantai di Kota Sawahlunto

21 Agustus 2020   07:58 Diperbarui: 21 Agustus 2020   07:47 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan yang ringkih,  memukul kerasnya batubara, meraup tumpukan batubara, dan menarik batubara dengan gerobak keluar lubang.

"Lebih bergegas lagi" perintah si kulit putih dan menendang tubuh penambang yang lamban.
Sampai tiba saatnya waku yang ditunggu oleh semua orang. Mereka akan diberi upeti untuk makan anak istri di kampung yang tak mungkin mereka jumpai lagi. 

Mbah Soero  memanggil para tambang dengan menyebut nomor  tato  di setiap penambang.
 Setelah pembagian upeti selesai. 

Semua kembali keaktifitas semula. Nafsu manusia yang tak pernah puas, selalu melakukan berbagai cara mencari kenikmatan sesaat. Sebagian  mereka berkumpul di ruangan tertutup untuk bermain judi. 

Tak jarang para penambang bertengkar hebat satu sama lain, gara-gara kalah berjudi atau merampas uang temannya
Suatu ketika  pria bertato 405 tidak puas dengan upah kerja yang diterima. Akhirnya dia  merampas uang penambang lain. 

Tapi penambang tato 317 menolak  dan langsung meninggalkannya. Merasa diacuhkan emosi pria bertato 405 membara kepuncak ubun. Karena kesal dia memukul penambang 317 sampai babak belur. Langsung Mbah Soero datang untuk melerai pertengkaran.  

Namun si kulit putih menarik paksa Mbah Soero, karena bagi mereka pertengkaran sampai mati itu adalah tontonan sejati. Jika kalau ada yang mati jasad mereka langsung dibuang di lubang batubara tersebut, sangat memilukan.
Pembuangan Mbah Soero dari tanah kelahiran, dan meninggalkan keluarga di Blora. 

Tak membuatnya patah semangat. Kebaikan dan kejujuran Mbah Soero sangat membekas di hati penambang batubara. Kadangkala jika ada waktu Mbah Soero melakukan diskusi bersama kepada penambang.

 " Kita musti seng sabar, karena mereka untung dan memiskinan negri yang dijajah adalah hukum dan kodratnya nasib negeri saat ini" 

ucap Mbah Soero dihadapan  penambang yang  berputus asa
Selama menjadi mandor Mbah Soero tidak lalai dalam beribadah. 

Karena ketaatannya itu Mbah Soero juga disegani oleh penambang lainnya. Berhubung kebanyakan penambang berasal dari pulau Jawa, jadi melakukan pendekatan emosional dan saling mengingatkan sesama yang lain bukanlah hal yang sulit bagi Mbah Soero. Wajar saja jika Mbah Soero menjadi panutan banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun