Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saya, Istri Pejabat

22 Januari 2020   09:54 Diperbarui: 22 Januari 2020   10:20 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ah, saya itu janda dan jangan permainkan saya, cukup orang lain yang bersikap demikian, saya sudah ngasih kos murah kalian malah menzolimi saya, nanti saya tak sumpahi kalian berdua" masih dengan emosi yang terkendali

"Masya Allah buk, ngak  ada niat kami sedikitpun untuk menyusahkan buk Mega, yaudah buk kami minta maaf" ucapku

" Saya istri pejabat, dan ngak miskin-miskin amat. Tapi sekarang saya harus menghidupi anak saya dan cari biaya kuliah anak sendiri, kerja sana -sini.

Terus kalian malah memperumit hidup saya" wajah merah pun dan bibir yang bergetar terlihat dari ekspresi buk Mega
Untuk meredakan emosinya kami selalu mengucapkan maaf padanya. 

Setelah disadari kondisi mental dan pikiran buk Mega yang  tidak stabil. Apalagi dia harus menghidupi adiknya yang menderita plegeria. pengalaman pertama kali melihat adiknya,  saya terkejut dengan wanita  pendek, tersenyum tulus tanpa gigi. 

Berparas wajah tua dan rambut lurus tipis putih. Dia wanita yang baik meskipun memiliki kekurangan. Setiap hari membuang sampah, membersihkan lantai  atas kemauannya.  Setiap kali mandi langsung mencuci pakaian tanpa  sabun. Dia pun juga suka iseng gedor pintu tiap kamar kos. 

Hobinya bermain dengan semput merah yang dianggap cemilan manis  olehnya. Sikapnya memang  berbeda, namun  bagi saya wanita itu kuat dan tak ingin merepotkan siapapun.  Oh ya, dia tidak bisa mengeluarkan suara dari mulutnya. 

Terkadang jika ingin berkomunikasi dengannya harus pakai bahasa isyarat dan berbicara dengan pelan. Dari ekspresi dia bisa paham apa yang ingin kita sampaikan. Baik buk Mega maupun adiknya adalah dua wanita yang berkarakter sangat berbeda. Kebaikan buk Mega untuk merawat adiknya dan anaknya selama ini, sebuah kekuatan yang luar biasa.

Setelah marah-marah dan melihat respon kami, Buk Megapun pergi. melihat Buk Mega pergi, saya dan Anya, bungkam seribu bahasa, hanya menggeleng kan kepala masing-masing. Tak disangka  emosi Buk Mega belum reda, terdengar wanita parubaya itu berteriak-teriak di ruangan tengah. 

Untunglah putranya bisa  menenangkan ibunya itu. Kami melihat dari tirai jendela kamar dengan hati-hati. "Sumpah, kirain udah tenang" ucap Anya dengan berbisik kepadaku.

Spektakel yang luar biasa itu membuat kami berpikir  sejenak.  Memikirkan masalah dan beban yang dihadapi buk Mega. Kami tetap  berupaya berpikir positif, dan menganggap tindakan buk Mega dengan  wajar. Apalagi kondisi dan situasi yang dihadapi nya seorang diri untuk menanggung semua beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun