Mohon tunggu...
Dikzi Adhi Prasetya
Dikzi Adhi Prasetya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kementerian Keuangan

Pegawai Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jabatan Fungsional Sebagai Instrumen Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah

23 November 2024   13:17 Diperbarui: 23 November 2024   13:24 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pegawai Negeri Sipil (ASDEKSI)

Indonesia memerlukan birokrasi kelas dunia yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan publik untuk dapat mencapai target 4 besar ekonomi dunia pada tahun 2050. Birokrasi kelas dunia diwujudkan melalui agenda reformasi birokrasi yang berdampak dan berkelanjutan. Reformasi tersebut dijalankan melalui program penyederhaan birokrasi yang menjadi salah satu prioritas kerja pemerintahan Presiden Jokowi periode 2019-2024.  Penyederhanaan birokrasi merupakan bagian dari transformasi organisasi dari yang sebelumnya bersifat tradisional dengan struktur hierarkis menjadi organisasi modern yang agile dan fleksibel serta didukung dengan digitalisasi dalam sistem tata kelola.

Secara konkret, penyederhanaan birokrasi dilakukan melalui simplifikasi struktur organisasi yang dibatasi hanya sampai dengan eselon 2 dan peralihan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional. Proses penyederhanaan birokrasi dimulai dengan terbitnya paket kebijakan yang terdiri dari Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN-RB) Nomor 17 Tahun 2021 hal Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional dan Nomor 25 Tahun 2021 hal Penyederhanaan Struktur Organisasi Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi,dan Nomor 1 Tahun 2023 hal Jabatan Fungsional. Sementara petunjuk teknis atas pelaksanaan PermenPAN-RB mengenai jabatan fungsional diatur melalui Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor 3 Tahun 2023 tentang Angka Kredit, Kenaikan Pangkat dan Jenjang Jabatan Fungsional. Melalui ketentuan tersebut, diharapkan seluruh pemegang jabatan fungsional dapat memiliki peran sentral untuk mewujudkan organisasi yang agile dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya.

Terdapat beberapa perubahan signifikan di dalam ketentuan terbaru mengenai jabatan fungsional. Pertama, tugas pokok dan fungsi pejabat fungsional kini tidak lagi berbasis penyelarasan butir kegiatan dan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), namun berbasis pada ruang lingkup tugas pada setiap jenjang jabatan dan disesuaikan dengan ekspektasi kerja. Perubahan kedua adalah sekarang perpindahan jenjang jabatan fungsional dapat dilakukan secara lintas rumpun untuk memudahkan talent mobility. Ketiga, target angka kredit tahunan kini ditetapkan sebagai koefisien pengali untuk konversi predikat evaluasi kinerja setiap tahun. Keempat, evaluasi kinerja tidak lagi berdasarkan DUPAK, namun berdasarkan hasil pemenuhan ekspektasi kinerja. Perubahan terakhir adalah penambahan ketentuan kenaikan pangkat istimewa bagi pejabat fungsional yang memiliki penilaian kinerja luar biasa. Sebelumnya kenaikan pangkat luar biasa hanya bisa didapatkan pegawai pada jabatan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dan Jabatan Administrasi (JA).

Jika ditilik secara akademis, pelaksanaan penyederhanaan birokrasi melalui penguatan peran jabatan fungsional telah sesuai dengan paradigma New Public Management.  Dalam ilmu administrasi publik, New Public Management (NPM) merupakan sebuah paradigma pemerintahan yang menekankan pada efisiensi kinerja dan berorientasi kepada kepuasan publik. Pembatasan eselonisasi dan penguatan jabatan fungsional telah sesuai dengan prinsip NPM, dimana struktur organisasi yang lebih ringkas secara hierarki akan membuat setiap individu memiliki otonomi yang lebih luas dalam memberikan pelayanan yang responsif kepada pemangku kepentingan. Selain itu kesempatan untuk perpindahan jabatan fungsional lintas rumpun telah sesuai dengan prinsip job rotation, dimana setiap pejabat fungsional memiliki kesempatan untuk menguasai kompetensi yang beragam sehingga pegawai dapat terhindar dari kebosanan dari melaksanakan pekerjaan yang berulang-ulang.

NPM juga menitikberatkan pada penilaian kinerja dan mengadvokasi pemberian penghargaan atau insentif kepada pegawai yang memiliki kinerja memuaskan. Penilaian kinerja dilakukan atas capaian kinerja dan perilaku dari pejabat fungsional. Apabila dari hasil penilaian seorang pejabat fungsional mendapat penilaian yang luar biasa, maka pegawai tersebut dapat diberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat luar biasa. Selain itu, dalam pelaksanaan kenaikan pangkat, NPM mengadvokasi untuk pelaksanaan ujian yang adil dan terbuka untuk menghindari adanya favoritisme dan permainan politik dalam lingkungan kantor. Sesuai dengan ketentuan terbaru, kenaikan jenjang jabatan fungsional dilaksanakan melalui ujian kompetensi. Ujian kompetensi untuk pejabat fungsional telah dilaksanakan secara adil dan terbuka oleh instansi Pembina jabatan fungsional. Seluruh pejabat fungsional yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti ujian kompetensi. Selain itu, informasi mengenai jumlah formasi jabatan yang ditawarkan, detil pelaksanaan ujian, dan hasil pelaksanaan ujian kompetensi  disampaikan secara terbuka ke seluruh peserta ujian.

Meskipun penetapan program penyederhanaan birokrasi secara prinsip telah mendukung pelaksanaan pemerintah yang agile namun pada pelaksanaannya masih terdapat beberapa permasalahan yang dapat menjadi bahan untuk perbaikan di masa depan. Permasalahan yang pertama adalah pegawai yang menjadi pejabat fungsional seringkali tidak dapat sepenuhnya fokus dengan pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Hal tersebut dikarenakan dengan terbitnya ketentuan baru mengenai jabatan fungsional, maka banyak pegawai yang sebelumnya berada pada Jabatan Administrasi (JA) beralih menjadi Jabatan Fungsional. Di dalam proses peralihan tersebut pegawai kerap belum selesai dalam melakukan transfer knowledge kepada pegawai yang menggantikan tugasnya. Sehingga masih banyak pejabat fungsional yang saat ini masih dibebani tugas yang tidak menjadi tugas pokok utamanya, khususnya terkait tugas yang berhubungan dengan administrasi perkantoran. Selain permasalahan mengenai transfer knowledge, permasalahan mengenai kurangnya jumlah pegawai pada masing-masing kantor sering kali membuat pejabat fungsional terbebani dengan pekerjaan yang bersifat administrasi.

Permasalahan yang kedua adalah meskipun struktur organisasi menjadi ringkas dengan adanya pembatasan jabatan struktural (eselon), namun pada kenyataannya masih terdapat hierarki pada jabatan fungsional dalam bentuk Kelompok Kerja (Pokja). Pada organisasi yang telah menerapkan penyederhanaan birokrasi, Pokja biasanya dipimpin oleh Pejabat Fungsional Ahli Madya dan beranggotakan Pejabat Fungsional Ahli Muda/Pertama dan Pegawai pada Jabatan Pelaksana. Tanggung jawab untuk mengambil keputusan pada urusan yang menjadi tugas pokok dari Pokja jatuh kepada pimpinan Pokja. Sehingga meskipun organisasi telah melakukan penyederhanaan birokrasi, masih terdapat struktur hierarki yang jelas bahkan pada sesama pejabat fungsional. Para pejabat fungsional yang tidak berperan sebagai pemimpin Pokja hanya memiliki otonomi yang terbatas untuk berkontribusi secara maksimal. Selain itu, program penyederhanaan birokrasi juga memberikan permasalahan untuk pegawai pada jabatan pelaksanan. Sebelumnya, organisasi memiliki struktur dan rantai komando yang jelas sehingga setiap pelaksana hanya memiliki satu atasan langsung. Namun, dengan adanya perubahan paradigma dalam struktur organisasi, sekarang pelaksana dapat menerima arahan maupun penugasan dari beberapa pejabat fungsional sekaligus. Hal tersebut tentunya akan memberatkan pelaksana dalam hal penyelesaian pekerjaan karena harus menyesuaikan dengan keinginan masing-masing pejabat fungsional.

Permasalahan yang terakhir adalah pada evaluasi penilaian kinerja pejabat fungsional yang sepenuhnya dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja. Pejabat penilai kinerja adalah atasan langsung dari pejabat fungsional. Evaluasi penilaian kinerja untuk pejabat fungsional dilaksanakan secara periodik melalui penilaian capaian kinerja pada SKP dan penilaian perilaku kinerja. Kemudian atasan langsung akan menetapkan predikat kinerja bagi setiap pejabat fungsional yang selanjutnya akan dikonversi dalam perolehan Angka Kredit Tahunan (AKT). Perolehan AKT menjadi salah satu syarat bagi setiap pejabat fungsional untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan jabatan. Dari proses tersebut dapat kita simpulkan bahwa atasan langsung memiliki pengaruh yang besar didalam pengembangan karir dari pejabat fungsional. Hasilnya adalah pejabat fungsional lebih memilih untuk menghindari konflik dengan atasan langsung dan cenderung memilih untuk patuh. Sehingga proses evaluasi penilaian kinerja yang dilakukan hanya oleh atasan langsung berpotensi membentuk budaya "asal bapak senang" pada lingkungan kantor. Padahal program penyederhanaan birokrasi seharusnya memberikan peran penting bagi pejabat fungsional dengan memberikan mereka otonomi untuk menggunakan keahlian dan keterampilannya secara kreatif demi kepentingan organisasi dan pemangku kepentingan.

Dari uraian permasalahan tersebut, terdapat beberapa inisiatif yang dapat diterapkan oleh KemenPAN-RB maupun BKN untuk perbaikan proses bisnis pada jenjang jabatan fungsional. Mengenai pejabat fungsional yang masih diberikan penugasan yang tidak sesuai ruang lingkup jabatannya, pada ketentuan jabatan fungsional sesuai Permen PAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 pada pasal 3 masih diatur bahwa pejabat fungsional dapat diberikan penugasan lainnya di luar ruang lingkup kegiatan jafung. Sehingga apabila KemenPAN-RB dan BKN ingin pejabat fungsional hanya fokus kepada tugas yang berhubungan dengan ruang lingkup jabatannya, maka mereka harus melakukan revisi atas peraturan tersebut. Namun, KemenPAN-RB dan BKN harus memastikan terlebih dahulu mengenai ketersediaan dan kompetensi pegawai di seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebelum melakukan revisi yang dimaksud. Jika tidak, maka kantor yang memiliki keterbatasan dalam hal jumlah dan kompetensi pegawai akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan fungsinya.

Untuk perbaikan terhadap permasalahan pada sisi struktur organisasi, KemenPAN-RB dan BKN harus terus mengadvokasi kepada setiap K/L mengenai tujuan dari proses penyederhanaan birokrasi. Tujuan utama dari penyederhanaan birokrasi adalah untuk mereformasi struktur organisasi menjadi agile dimana setiap pejabat fungsional memiliki otonomi untuk mengambil keputusan terbaik bagi organisasi dan pemangku kepentingan. Selain itu, apabila pejabat fungsional memiliki otonomi yang memadai, mereka akan menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan pemangku kepentingan sehingga pelayanan yang diberikan oleh organisasi akan menjadi semakin berdampak. Otonomi juga akan memberikan motivasi bagi setiap pejabat untuk bekerjasama dengan pejabat fungsional lain tanpa dibatasi oleh struktur maupun hierarki dalam organisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan keinginan kuat dari pimpinan tertinggi di pemerintahan karena pemberian otonomi kepada pejabat fungsional akan mengurangi rentang kendali yang mereka miliki.

Dari sisi evaluasi kinerja pejabat fungsional, KemenPAN-RB dapat menerapkan 360-degree evaluation, yaitu penilaian kinerja yang melibatkan tidak hanya atasan namun juga rekan sejawat dan juga bawahan. Format penilaian tersebut dapat diterapkan terutama pada komponen penilaian perilaku. Proses penilaian kinerja akan menjadi semakin adil karena secara umum predikat kinerja dari pejabat fungsional tidak akan terlalu dipengaruhi oleh penilaian subjektif dari satu pihak. Selain itu, dengan jumlah evaluator yang semakin banyak maka pejabat fungsional akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan predikat kinerja yang diharapkan meski tidak memiliki hubungan kerja yang baik dengan atasan langsung. Dalam hal penilaian capaian kinerja pada SKP, setiap kantor sebaiknya diberikan fleksibilitas untuk dapat menetapkan tim penilaian kinerja yang terdiri dari beberapa pegawai. Sehingga proses penilaian SKP tidak hanya dilakukan oleh atasan langsung namun oleh proses diskusi dalam tim. Untuk menambah objektivitas dalam penilaian, maka setiap pejabat fungsional juga diberikan hak untuk mengajukan keberatan apabila hasil penilaian tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam proses keberatan, pegawai dapat mendapatkan informasi mengenai penjelasan dari penilaian yang telah diberikan. Penjelasan tersebut diharapkan menjadi dasar bagi pejabat fungsional untuk melakukan perbaikan kualitas diri yang berkelanjutan.

Terbitnya ketentuan baru mengenai jabatan fungsional memberikan kesempatan bagi setiap instansi pemerintah untuk dapat mewujudkan organisasi yang agile dan kolaboratif melalui penguatan fungsi pejabat fungsional. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yang dapat menghalangi terbentuknya organisasi yang diharapkan. Pemerintah harus tetap optimis dan terus mencari solusi terbaik untuk menyempurnakan peran dari jabatan fungsional demi mewujudkan birokrasi kelas dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun