Aku adalah seorang anak yang lahir dari keluarga yang tidak berkecukupan. Orang tuaku mencari nafkah hanya untuk makan sehari-hari. Meskipun aku dari keluarga yang bisa di kata pas-pasan, tapi aku tetap bersyukur bisa ada sampai saat ini. Aku adalah seorang mahasiswa akhir yang saat ini tinggal menantikan masa wisuda. Dalam kisah ini aku akan membagikan kisah bagaimana perjuangan ayahku yang sudah berjuang bagi diriku.
Perjuangan ayahku akan aku ceritakan sejak aku masuk dalam dunia perkuliahan. Tahun 2020 aku masuk dalam dunia perkuliahan bersamaan dengan wabah penyakit covid-19. Dari penyakit itu mengakibatkan aku harus menjalani perkuliahan secara online. Aku menjalani perkuliahan seperti mahasiswa biasanya hanya saja dalam jaringan (daring).
Sebagai mahasiswa aku tak lagi bebas untuk melakukan sesuatu yang dapat membantu ayahku dalam bekerja. Ayahku bekerja sebagai seorang petani dan juga pekebun. Ya, hasil dari bertani dan berkebun tak selalu menjanjikan. Terkadang ayahku mengalami kesulitan untuk mencari nafkah. Meskipun demikian, ia tak pernah menyerah dalam memenuhi kebutuhan keluargaku dan juga biaya kuliahku.
Perjuangan ayahku bukan hanya ketika aku masuk kuliah, tatapi itu sudah ia tunjukkan ketika masih belum berkeluarga. Pernyataan ini aku dapatkan dari nenekku dan juga saudara papaku. Dari pernyataan itu, aku tahu bahwa ayahku adalah orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sebuah tugas. pernyataan itu juga yang membuat aku yakin untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang tidak semua orang mendapatkan kesempatan itu.
Sejak aku masuk dalam dunia perkuliahan, aku melihat bagaimana perjuangan ayahku dalam mencari nafkah. Ayahku menjadi penolong bagiku dalam setiap keadaan. Bagiku dia bagaikan pejuang yang tak pernah lelah untuk membawaku meraih sebuah cita-cita. Perjuangan ayahku sangat membantu aku selama berkuliah.
Sebagai seorang petani yang hanya mengharapkan dari hasil tanah yang belum tentu menjanjikan, maka ayahku memutuskan untuk melakukan pekerjaan lain yaitu menggarap lahan pinus. Ayahku sudah memiliki pekerjaan baru yakni seorang penyadap pohon pinus. Namun, pekerjaan itu harus membuat ayahku harus meninggalkan keluarganya termasuk diriku dalam rentang waktu 3-4 hari setiap minggu. Â Pekerjaan menyadap pohon pinus bukanlah hal yang mudah. Batang pohonnya yang keras membuat pekerjaan yang tidak biasa dilakukan ayahku membuat telapak tangannya habis terkelupas. Sedih sih melihat telapak tangan yang seperti itu, tapi itulah perjuangan ayahku.
Menjadi seorang penyadap pohon pinus ternyata tak juga selalu menjanjikan, namun cukup untuk membantu perekonomian keluargaku. Harga yang murah, hasil yang dipengaruhi musim, dan jarak yang cukup jauh tak menjadi penghalang bagi ayahku untuk tetap berusaha. Ia tak mau keluarganya menderita termasuk anaknya akan gagal dalam meraih cita-cita.
Ayahku adalah orang yang tak pandai tentang materi, tetapi ia pandai bagaimana memberi nasihat dan penguatan padaku. Banyak kata yang terucap untukku selama aku menjalani perkuliahan. Kata-kata itu tidak  hanya sekali ia sampaikan, namun sudah berulang kali. Ya, kadang bosan sih mendengarkan kata-kata yang berulang-ulang kali bahkan mungkin setiap minggu. "jangan sia-siakan keringat orang tua". Ya, kata itulah yang selalu diucapkan ayahku pada saat aku menjalani perkuliahan dari rumah/ dalam jaringan (daring).
Dalam waktu 2 tahun perkuliahan, aku menjalaninya secara daring. Setiap ayahku pulang dari pekerjaannya yang sudah melelahkan, terkadang ia tak lupa melihat diriku yang sedang berkuliah di dalam kamar. Bahkan tak jarang ia menanyakan bagaimana proses perkuliahanku. Perhatian itu adalah sesuatu yang berharga bagiku, karena tak semua orang dapat merasakan hal itu. Itulah salah satu kebahagiaan yang dapat aku banggakan kepada orang lain tanpa harus membuat mereka tersinggung.
Setelah dua tahun berlalu dengan masa perkuliahan daring, maka aku harus masuk dalam dunia yang baru yakni perkuliahan secara tatap muka. Perkuliahan secara tatap muka mengharuskan diriku berpisah dengan keluargaku dan secara khusus ayahku. Perpisahan yang sangat sedih bagiku karena dalam waktu yang mungkin cukup lama aku tak akan melihat wajah mereka.
Selama aku berkuliah dan jauh dari keluargaku, ternyata ada hal menarik yang aku dapatkan. Aku hanya dapat berkomunikasi dengan mereka melalui panggilan suara karena mereka tak memiliki headphone yang dapat melakukan panggilan video. Di balik percakapan yang hanya mendengarkan suara saja ada hal indah yang aku rasakan. Hal tersebut yaitu kerinduan untuk melihat wajah mereka yang mungkin ada perubahan lebih tua. Dan itu menjadikan rasa rindu yang ada dalam diri ini terus ada dan ingin selalu berkomunikasi.