Oleh: Endang Setyowati
Lagi-lagi adanya tawuran dikalangan pemuda terjadi, bahkan terus berulang dan makin mengerikan. Inilah kondisi yang ada pada negeri ini. Para pemuda justru disibukkan oleh tawuran-tawuran yang jelas tidak ada manfaatnya, justru sebaliknya malah bisa kehilangan nyawa. Seperti yang dikutip dari Metrotv 20/09/2024, Boyolali: Sebuah video diduga aksi tawuran beredar viral di media sosial dan grup percakapan. Sejumlah pelaku tawuran tersebut terlihat membawa senjata tajam jenis klewang.Â
Berdasarkan isi, video direkam seorang pengendara kendaraan roda empat yang terpaksa menghentikan kendaraannya akibat peristiwa tersebut. Dalam video berdurasi satu menit tersebut, tawuran melibatkan dua kelompok yang saling menyerang.
Selain itu, tampak salah satu pelaku tawuran yang nengenakan jaket putih dan helm mengayunkan klewang atau celurit panjang. Kemudian terlihat juga pelaku tawuran lain mengayunkan senjata tajam yang mereka bawa.Â
Dalam keterangan video, peristiwa tersebut terjadi di Boyolali. Disebutkan kejadian terjadi di jalan Boyolali-Semarang tepatnya di depan SPBU Sunggingan, Boyolali.
Bagaimana bisa tercapai Indonesia emas, jika saat ini saja para pemuda yang notabene adalah penerus atau "agents of change" bagi peradaban namun justru diantara mereka saling melukai dan saling membunuh.
Tingkah laku mereka bak seperti gengster yang ada di dalam film laga.
Lebih miris lagi, seolah tawuran ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya,sehingga akan sulit untuk memutus rantai tawuran ini.
Bisa kita lihat bahwa tawuran yang turun temurun ini akibat penerapan dari sistem sekuler kapitalis yang tidak pernah memanusiakan manusia. Sebenarnya ada beberapa faktor pemicu tawuran tersebut diantaranya: lemahnya kontrol diri, krisis identitas, disfungsi keluarga dan adanya tekanan ekonomi ataupun tekanan hidup, termasuk juga akibat lingkungan rusak yang meliputi pengaruh media, kegagalan pendidikan, lemahnya hukum dan penegakannya.
Lemahnya kontrol diri, merupakan sikap pemuda saat ini. Mereka mudah tersulut emosi, dan tidak berfikir panjang, akibat perbuatannya.
Bahkan mereka ada yang hanya sekadar ikut-ikutan trend, sehingga melakukan hal yang sampai membahayakan nyawa orang lain.
Krisis identitas juga merupakan pemicu tawuran karena mereka merasa tidak yakin dengan diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak mengetahui tentang dirinya sendiri apa yang mereka mau. Begitu juga adanya disfungsi keluarga. Orang tua disibukkan dengan mencari nafkah, sehingga waktu untuk anak-anaknya tidak ada. Dikarenakan tuntutan hidup yang berat karena faktor ekonomi yang tidak terpenuhi sehingga menjadi tekanan bagi orang tua yang berpengaruh kepada anak-anaknya.
Dan lagi, media yang saat ini mudah diakses seperti bermain game membuat anak-anak juga mudah tersulut emosi, menjadi anak-anak tidak sabar dan maunya terpenuhi apa yang diinginkan tanpa mau melihat kondisi yang ada.
Semua itu akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan masyarakat dan negara. Kapitalisme saat ini membuat dunia pendidikan hanya fokus kepada pencapaian nilai akademik saja, namun nyatanya abai terhadap pembinaan kepribadian pelajar.
Kita tahu bahwasanya pelajaran agama Islam, yang dipelajari di sekolah hanya beberapa jam dalam sepekan. Membuat para pelajar tidak membekas dengan apa yang dipelajarinya. Seperti angin yang lewat begitu saja yang terpenting saat ada ujian mereka bisa menjawabnya.
Padahal di luar sekolah, pergaulan mereka melewati batas dari umur mereka. Seperti saat mereka tawuran, tidak takut apapun. Namun saat tertangkap mereka menangis dan aparatpun tidak bisa menahannya, karena mereka masih dibawah umur.
Ini bukti bahwa saat ini tidak akan bisa menyudahi dan memutus rantai dari tawuran yang terus menerus terjadi.Â
Berbeda tatkala kita menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Maka akan menyelesaikan masalah secara komprehensif. Di dalam Islam hal yang utama adalah menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara. Sehingga seluruh aturan kehidupan tegak berdasarkan asas keimanan.
Sehingga perilaku warganya termasuk pemuda akan terikat dengan pemahaman Islam. Karena setiap individu akan menyadari dan paham bahwasanya setiap apa yang dilakukan, kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Sehingga akan lebih berhati-hati dalam tindak tanduknya.
Dan negarapun akan membentuk kepribadian tiap warganya melalui sistem pendidikan. Yang akan melahirkan Generasi berkepribadian mulia, yang akan mampu mencegahnya menjadi pelaku kriminalitas. Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun kebijakan negara yang akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda.Â
Lagipula, pendidikan agama tidak hanya diajarkan di sekolah saja, namun menjadikan spirit sekaligus sebagai visi bagi para pemuda untuk meraih akhirat, dan untuk menguasai sains dan teknologi.Â
Para pemuda akan sadar bahwasanya mereka adalah "agents of change" estafet dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Sehingga tidak akan ada pemuda yang rebahan bahkan tawuran.
Karena pemuda akan menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah kepada Allah SWT.Â
Hasil pendidikan Islam akan melahirkan pemuda yang gagah dan tangguh serta pemberani maju ke medan jihad untuk meninggikan panji Islam. Hatinya akan terikat dengan keimanan dan ketakwaan.Â
Beginilah, dengan menerapkan Islam, maka masalah tawuran bisa diselesaikan.
Rasulullah saw. bersabda, "Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan, kecuali naungan-Nya, yakni imam yang adil, seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, ...." (HR Bukhari).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H